Selasa, 12 Juni 2018

MAKALAH OSEANOGRAFI KIMIA


MAKALAH OSEANOGRAFI KIMIA
PANDANGAN UMUM KIMIA AIR LAUT TERHADAP TUMPAHAN MINYAK DI PERAIRAN TELUK BALIKPAPAN




 







Disusun Oleh :
MAHASISWA ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2016



Dosen Pembimbing :
Baharuddin, S.Kel, M.Si
Ira Puspita Dewi, S.Kel, M.Si
Ulil Amril, S.Pi, M.Si






PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2018




KATA PENGANTAR
            Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya semata tim penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
            Tim penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini terutama kepada dosen Pengampu mata kuliah Oseanografi Kimia yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan memberikan bantuan serta teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam pembuatan makalah ini.
            Makalah ini disusun berdasarkan kajian yang terjadi saat ini di perairan teluk balikpapan yaitu telah terjadinya pencemaran perairan oleh minyak. Dalam makalah ini tim penyusun tidak banyak membahas aspek oseanografi, hanya saja ada beberapa faktor oseanografi kimia yang sangat penting untuk di telaah terkait pencemaraan minyak di perairan teluk Balikpapan.
Tim penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu  tim penulis menerima saran dan kritikan dari berbagai pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga hasil makalah ini bermanfaaat bagi kita semua.

                               Banjarbaru,      Juni  2018
                              Tim  Penyusun






BAB 1. PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
            Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar. Bertahun-tahun orang tidak peduli dengan pencemaran laut karena volume air laut yang besar, dan kemampuannya mengencerkan segala jenis zat asing sehingga hampir tak menimbulkan dampak sama sekali. Oleh karena itu laut dianggap sebagai tempat pembuangan limbah. Namun, pandangan tersebut mulai berangsur berubah. Hal itu disebabkan antara lain karena limbah yang dibuang ke laut semakin lama semakin banyak dan dalam konsentrasi tinggi, sehingga akibat pencemaran lingkungan pada skala lokal terjadi. Apabila pembuangan limbah ke laut secara terus menerus dilakukan, maka ditakutkan akan terjadi dampak global dari pencemaran laut.
            Air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui, tetapi air akan dapat dengan mudah terkontaminasi oleh aktivitas manusia. Air banyak digunakan oleh manusia untuk tujuan yang bermacam-macam sehingga dengan mudah dapat tercemar. Pencemaran air dapat merupakan masalah, regional maupun lingkungan global, dan sangat berhubungan dengan pencemaran udara serta penggunaan lahan tanah atau daratan. Pada saat udara yang tercemar jatuh ke bumi bersama air hujan, maka air tersebut sudah tercemar.
            Saat ini pencemaran berlangsung dimana-mana dengan laju begitu cepat, yang tidak pernah terjadi sebelumnya. kecenderungan pencemaran, terutama sejak Perang Dunia kedua mengarah kepada dua hal yaitu, pembuangan senyawa kimia tertentu yang makin meningkat terutama akibat kegiatan industri dan transportasi yang lainnya akibat penggunaan berbagai produk bioksida dan bahan-bahan berbahaya aktivitas manusia.
            Salah satu pencemaran air laut yang memiliki peotensi bahaya besar yaitu tumpahan minyak di perairan laut. Tumpahan minyak yang masuk ke laut merusak lingkungan laut dan sumber daya hayati secara langsung, mengganggu kegiatan ekonomi masyarakat pesisir dengan menurunnya jumlah tangkapan ikan dan rusaknya budidaya ikan, rumput laut dan ekosistem yang ada di daerah yang terkena tupahan minyak. Umumnya sumber tumpahan minyak di laut beragam sumbernya, tidak hanya berasal dari kecelakaan kapal tanker saja namun juga akibat beberapa operasi kapal dan bangunan lepas pantai.
            Tumpahan minyak yang terjadi pada 31 Maret 2018 di teluk Balikpapan Kalimtan Timur. Pencemaran minyak ini merupakan pencemaran yang terjadi akibat putusnya pipa bawah laut yang menyalurkan minyak mentah dari Terminal Lawe-lawe di Penajam Paser Utara ke Kilang Balikpapan. Pipa yang dipasang pada 1998 itu putus dan bergeser sekitar 120 meter dari posisi awal. Penyebab pipa patah mengarah pada kapal MV Ever Judger, jangkar kapal seberat 12 ton diduga tersangkut di pipa, lalu menggeruknya hingga patah. Kejadian ini menimbulkan banyak kerugian, baik itu dalam hal ekonomi maupun lingkungan sekitar yang terkena dampak dari pencemaran ini.
1.2. Tujuan Penulisan
            Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.  Memahami tentang pencemar minyak dan kaitannya dengan sifat kimia air laut studi kasus tumphan minyak di perairan Teluk Balikpapan.
2.  Memahami tentang kesetimbangan CO2 di Lautan
3.  Memahami tentang senyawa utama air laut
4.  Memahami tentang mikronutrien di Lautan
5.  Memahami tentang produktivitas primer air laut


BAB 2. ISI
2.1. Pencemaran
   Penting untuk diketahui bahwa kata pencemaran dapat didefinisikan dalam berbagai bentuk, definisi yang spesifik untuk digunakan pada kasus spesifik menjadi penting. Sebagai contoh jika industri menyebarkan bahan pencemaran ke air atau udara, tetapi dapat diterima oleh masyarakat atau penegak hukum maka menurut definisi industri tersebut tidak mencemari. Dalam hal ini tekanan atau perintah untuk membersihkan tidak pernah diberikan, meskipun hasil dari limbah yang dibuang tersebut jelas. Berbagai profesi terlibat langsung dalam pencemaran lingkungan, dan mereka memiliki definisi spesifik untuk memenuhi kebutuhan yang spesifik.
Manusia ingin terus meningkatkan kualitas hidupnya, mereka memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengembangkan industri. Manusia menggunakan bahan kimia untuk meningkatkan produksi pangan agar kebutuhan pangan dapat terpenuhi. Manusia memanfaatkan teknologi nuklir untuk memenuhi kebutuhan energi, artinya mereka memanfaatkan teknologi dan hasil teknologi untuk kepentingannya secara berlebihan. Akibatnya limbah yang dihasilkannya tidak mampu diuraikan kembali oleh alam sehingga terjadilah suatu pencemaran.

2.1.1. Perairan Teluk Balikpapan
            Teluk Balikpapan, sebagai salah satu kawasan pesisir dan laut di Kalimantan Timur, selain memiliki potensi pembangunan, juga memiliki ancaman tekanan eksploitasi yang dapat mengarah kepada kerusakan lingkungan dan sumberdaya alam pesisir bila tidak dikelola dengan baik. Wilayah pesisir Teluk Balikpapan memiliki garis pantai sepanjang 79,6 kilometer, terdapat sekitar 31 pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni dengan total luas daratan pulau-pulau tersebut sekitar 1.018,86 hektar.
Kawasan pesisir Teluk Balikpapan memiliki daya tarik untuk pengembangan berbagai aktivitas. Kawasan pesisir Teluk Balikpapan telah berkembang menjadi pusat-pusat permukiman dan perkotaan yang diikuti oleh berbagai kegiatan perdagangan dan jasa.  Kegiatan lainnya yang berkembang di wilayah pesisir Teluk Balikpapan adalah perikanan budidaya (tambak), pertanian dan industri.  Sementara pada bagian hulu dikembangkan kegiatan perkebunan dan kehutanan.
Pembangunan pesisir Teluk Balikpapan secara berkelanjutan, untuk mencapai hal tersebut serta memberikan manfaat ekonomi yang optimal bagi Pemerintah Daerah dan masyarakat, sekaligus mempertahankan kualitas lingkungan dan sumberdaya di dalamnya, maka diperlukan pengelolaan pesisir secara terpadu.  Pengembangan program pengelolaan pesisir terpadu Teluk Balikpapan diharapkan dapat menjawab dua hal mendasar, yaitu (1) kebutuhan untuk menjaga dan mempertahankan sumberdaya pesisir yang terancam overeksploitasi, dan (2) kebutuhan untuk mengelola pemanfaatan sumberdaya pesisir secara rasional dan mencapai keseimbangan antara pemanfaatan dan kelestarian sumberdaya.  Analisis kesesuaian lahan dan kebijakan pemanfaatan ruang kawasan pesisir Teluk Balikpapan merupakan salah satu upaya untuk membantu pengembangan program pengelolaan sumberdaya pesisir di Teluk Balikpapan yang berkelanjutan.

2.1.2. Pencemaran Minyak di Teluk Balikpapan
   Minyak menjadi pencemar laut nomor satu di dunia. Sebagian diakibatkan aktivitas pengeboran minyak dan industri. Separuh lebih disebabkan pelayaran serta kecelakaan kapal tanker. Wilayah Indonesia sebagai jalur kapal internasional sangat rawan pencemaran limbah minyak. Badan Dunia Group of Expert on Scientific Aspects of Marine Pollution (GESAMP) mencatat sekitar 6,44 juta ton per tahun kandungan hidrokarbon dari minyak telah mencemari perairan laut dunia. Masing-masing berasal dari transportasi laut sebesar 4,63 juta ton, instalasi pengeboran lepas pantai 0,18 juta ton, dan sumber lain (industri dan pemukiman) sebesar 1,38 juta ton. Limbah minyak sangat berpengaruh terhadap kerusakan ekosistem laut, mulai dari terumbu karang, mangrove sampai dengan biota air, baik yang bersifat lethal (mematikan) maupun sublethal (menghambat pertumbuhan, reproduksi dan proses fisiologis lainnya). Hal ini karena adanya senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi, yang memiliki komponen senyawa kompleks, seperti Benzena, Toluena, Ethilbenzena dan isomer Xylena (BTEX) Senyawa tersebut berpengaruh besar terhadap pencemaran.
            Pada tanggal 31 maret 2018 pukul 03.00 WITA di perairan Teluk Balikpapan ditemukan tumpahan limbah cair berwarna hitam yang diduga minyak mentah yang merupakan keterangan dari beberapa saksi mata yang kebetulan berada di tempat kejadian perkara (TKP), pada hari yang sama pukul 10.30 WITA terjadi kebakaran di perairan teluk balik papan, api terbakar di permukaan laut. Pada 11.00 WITA saat terbakar terdapat 2 buah perahu nelayan yang ikut terbakar dan kapal Kargo MV. Ever Judger 2 berbendera Panama yang berada tidak jauh dari lokasi dan kapal tersebut terbakar pada bagian tali dan kemudian menjalar ke bagian belakang kapal namun api dapat dipadamkan oleh anak buah kapal (ABK) kapal tersebut. Kemudian pada hari tersebut ditemukan 2 korban meninggal di perairan Teluk Balikpapan.  Pada hari minggu 1 april 2018 citra satelit lapan menunjukkan luas tumpahan minyak di teluk balikpapan mencapai 12.987 hektar, pukul 08.00 WIB ditemukan 2 korban meninggal di perairan teluk balikpapan, pada malam di hari yang sama ditemukan dua ekor pesut mati di pesisir pantai balikpapan. Pada hari senin 2 april 2018 pukul 15.30 ditemukan 1 korban meninggal di Pantai Batakan Belakang. Rabu 4 April 2018 dilakukan konferensi pers oleh PT Pertamina refery unit 5 Balikapan mengaku tumpahan minyak berasal dari pipa bawah laut yang putus.
            Dampak yang ditimbulkan dari kejadian pencemaran minyak ini menarik banyak pihak untuk mengkaji secara hukum terkait siapa yang harus di gugat atas kejadian ini. Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia, Susi Pudjiati, menyebutkan kepada BBC bahwa pelaku pencemaran Teluk Balikpapan harus mengganti kerugian yang di tanggung oleh para nelayan dan para pemilik keramba kepiting. Banyak kepiting yang langsung mati pada hari-hari pertama pasca tumpahan minyak meluber dan kerugian setiap harinya seorang nelayan kehilangan penghasilan antara Rp150.000-Rp200.000 karena tak melaut lantaran kematian massal sumber daya ikan di Teluk Balikpapan. Kerugian itu tidak hanya akan dirasakan nelayan saat ini, menurut Susi setidaknya butuh enam bulan hingga perairan itu kembali pulih.
            Menurut Alan, ahli oseanografi IPB, tumpahan minyak yang terjadi di Teluk Balikpapan dalam jumlah besar itu akan merusak ekosistem secara meluas dan berlangsung lama. Tumpahan minyak mentah dapat membunuh biota laut dari yang paling kecil sampai yang paling besar. Tumpahan minyak mentah juga mengganggu ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Tumpahan minyak yang menyebar di ekosistem mangrove masih bisa dibersihkan. Namun jika mengenai ekosistem padang lamun dan terumbu karang, maka akan berakibat kerusakan.
2.1.3. Pertanyaan dan Jawaban Permasalahan
            Beberapa pertanyaan yang perlu untuk dibahas yaitu sebagai berikut :
1)      Mengapa minyak tidak larut dan bercampur dengan air laut saat terjadi pencemaran?
2)      Apa yang menjadi manfaat pencemaran dari segi sosial?
3)      Bagaimana pandangan mahasiswa terhadap banyaknya buangan sampah di perairan laut?
4)      Berapa total tumpahan minyak di Teluk Balikpapan ?
5)      Jika tumpahan minyak di Balikpapan dibandingkan dengan tumpahan minyak di luar negeri misalnya di Teluk Meksiko, lebih besar mana total tumpahan minyaknya?
Jawaban :
1)      Massa jenis kedua zat cair ini berbeda, air memiliki letak partikel lebih renggang serta memiliki gaya kohesi leebih kecil dari gaya adhesi sedangkan minyak memiliki letak partikel lebih rapat dan lebih kuat gaya adhesinya sehingga minyak lebih mempertahankan posisinya jika di tumpahkan akan membentuk permukaan cembung.
2)      Sebenarnya tidak ada bentuk manfaat dari tumpahan minyak yang terjadi di suatu perairan, karena apabila bahan pencemar sudah masuk ke suatu perairan maka dampak negative yang ditimbulkan lebih dominan.
3)      Persoalan mengenai buangan sampah di laut telah menimbulkan persoalan yang komplek dimana hal ini dapat meningkatkan pencemaran plastik dilaut yang dapat mengancam keanekaragaman kehidupan laut melalui cara terbelit/terjerat, termakan atau terkontaminasi. Untuk mengatasi hal ini tentu perlu peranan penting dari pemerintah dan Masyarakat sekitar untuk melakukan berbagai strategi antara lain meningkatkan kesadaran akan pentingnya membuang sampah, pengelolaan sampah plastik untuk dijadikan berbagai kerajinan tangan, serta perlu adanya penegakan hukum dari pemerintah untuk memberikan efek jera terhadap masyarakat yang membuang sampah sembarangan.
4)     Putusnya pipa bawah laut Pertamina menyebabkan kawasan Teluk Balikpapn tercemar. Dari hasil penelitian diperkirakan ada 44 ribu barel minyak mentah atau sekitar 6.995.441 liter yang tumpah ke perairan Teluk Balikpapan tersebut.
5)     Jika dibandingkan dengan tumpahan minyak di Teluk Balikpapan dan Teluk Mexico tentu lebih jauh lebih besar di Teluk Mexico. Hal ini dikarena Tumpahan Minyak di mexico terjadi cukup lama yang menyebabkan tumpahan minyak semakin banyak pula dan tumpahan minyak tersebut dianggap tumpahan luar pantai terbesar dalam sejarah A.S dan antara tumpahan minyak terbesar di dunia. Dari data yang didapat total tumpahan minyak di Teluk Mexico adalah 100.000 Barel (4200000 U$ Galon) atau 16000 m3/hari. Dari hasil tersebut tentu dapat diketahui bahwa Tumpahan minyak di Teluk Mexico jauh lebih besar disbandingkan Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan. Berbeda lagi dengan tumpahan minyak Montara di laut timor yang terjadi pada tanggal 21 agustus 2009 dan berlangsung selama 74 hari. Tumpahan minyak ini terjadi karena adanya ledakan anjungan sumur minyak Montara. Sebaran minyak yang tumpah diperkirakan menyebar seluas 10.842.81 km2 yang terbawa oleh angin, arus dan pasang surut.
2.2. Kesetimbangan CO2 di Lautan
            Laut mengandung sekitar 36.000 gigaton karbon, di mana sebagian besar dalam bentuk ion bikarbonat. Karbon anorganik yaitu senyawa karbon tanpa ikatan karbon-karbon atau karbon-hidrogen adalah penting dalam reaksinya di dalam air. Pertukaran karbon ini menjadi penting dalam mengontrol pH di laut dan juga dapat berubah sebagai sumber (source) atau lubuk (sink) karbon. Karbon siap untuk saling dipertukarkan antara atmosfer dan lautan. Pada daerah upwelling, karbon dilepaskan ke atmosfer. Sebaliknya, pada daerah downwelling karbon (CO2) berpindah dari atmosfer ke lautan. Karbon masuk dari atmosfer ke lautan dengan cara difusi.
Pada ekosistem air, pertukaran CO2 di air dengan di atmosfer berjalan secara tidak langsung. CO2 berikatan dengan air membentuk asam karbonat yang akan terurai menjadi ion bikarbonat. Bikarbonat adalah sumber karbon bagi alga yang memproduksi makanan untuk diri mereka sendiri dan organisme heterotrof lain. Begitu pula sebaliknya, saat organisme air berespirasi CO2 yang mereka keluarkan menjadi bikarbonat.
            Proses timbal balik fotosintesis dan respirasi makhluk hidup merupakan sumber utama CO2. Tinggi rendahnya kadar CO2 dan O2 di atmosfer secara berkala disebabkan oleh penurunan aktivitas fotosintesis. Semakin banyak populasi manusia dan hewan, maka kadar CO2 dalam udara semakin meningkat. Untuk menjaga keseimbangan kadar CO2 dan O2 maka harus diimbangi dengan penanaman tumbuh-tumbuhan sebagai penghasil O2.
Faktor-faktor yang memengaruhi distribusi CO2 dalam air laut antara lain yaitu pH, alkaninitas, CO2 total (∑ CO2) dan tekanan parsial CO2. pH dalam permukaan air laut dalam keadaan setimbang dengan atmosfir adalah berkisar antara 8,2 ± 0,1. Penurunan pH minimum terjadi pada malam hari (proses respirasi oleh organisme yang menghasilkan CO2) dan meningkat pada siang hari ketika fotosintesis berlangsung, di mana CO2 dimanfaatkan hingga konsentrasinya menurun. pH dapat berfungsi sebagai penyangga atau untuk membatasi perubahan pH air laut. Pada perairan terbuka sistem penyangga berjalan sangat efektif di mana angka pH air laut terbatas pada range 7.5 – 8.4. Sistem yang dinamis ini berfungsi sebagai tempat penampungan kritis bagi CO2 yang diakumulasi dari udara dan sebagai akibat dari aktivitas manusia di daratan.
Alkalinitas dipengaruhi salinitas dan kelarutan CaCO3. Perubahan lintang akan mempengaruhi total karbon dioksida (SCO2). Untuk pertukaran yang berlangsung dengan cepat PCO2 di air dan di udara hampir sama sedangkan jumlah CO2 lebih tinggi di daerah kutub. Level total CO2 dan PCO2 di permukaan air berhubungan dengan pertukaran antara CO2­ di udara dan CO2 di perairan. Pertukaran yang berlangsung lambat menyebabkan PCO2 di perairan lebih besar dibandingkan dengan angka di atmosfer yang terdapat di dekat equator dan rendah di perairan kutub.
Distribusi tekanan parsial karbon dioksida (PCO2) dipengaruhi oleh perubahan temperatur musiman, percampuran air dan siklus biologi di dalam lapisan permukaan laut. Variasi spasial distribusi tekanan parsial karbon dioksida relatif besar pada air permukaan lautan dunia. Nilai tekanan parsial karbon dioksida yang tinggi ditemukan di daerah khatulistiwa, Samudra Pasifik dan untuk suatu daerah yang sedikit lebih luas di Samudra Atlantik, di mana upwelling air yang kaya dengan CO2 dan air permukaan yang hangat meningkatkan tekanan parsial karbon dioksida. Nilai rendah ditemukan pada gyres daerah subtropik dan kutub, di mana air permukaan yang dingin dan aktivitas biologi telah menurunkan tekanan parsial karbon dioksida, kecuali di daerah yang ditemukan di area upwelling. Variasi tekanan parsial karbon dioksida di lautan bagian atas terutama dipengaruhi oleh dua faktor yaitu produksi utama biologi dan perubahan temperatur. Pada produksi utama biologi, pengambilan fotosintesis atau penurunan CO2 terjadi pada musim semi dan musim panas, diiikuti dengan regenerasi pada musim dingin. Sedangkan, perubahan temperatur mempengaruhi daya larut gas dalam air laut menyebabkan nilai perpindahan dengan atmosfer secara relatif rendah, pemanasan dan pendinginan samudra mengakibatkan gradien tekanan parsial karbon dioksida besar. Perubahan PCO2 dipermukaan perairan disebabkan oleh pengurangan akibat fotosintesis, pembentukan CaCO3, pemanasan global dan penambahan oksidasi oleh tumbuhan, penguraian CaCO3 dan peningkatan CO2 di atmosfer akibat pembakaran fosil.
Siklus CO2 dalam lautan diatur oleh satu rangkaian kesetimbangan. CO2 di atmosfer sebanding dengan yang berada pada air laut, perpindahannya melintasi interface udara-laut.
CO2 (gas) → CO2 (terlarut)                       (Persamaan 1)
 Pada saat CO2 memasuki lautan, asam karbonat terbentuk.
CO2 + H2 H2CO3                         (Persamaan 2)
Reaksi ini memiliki sifat dua arah, mencapai sebuah kesetimbangan kimia. Reaksi lainnya yang penting dalam mengontrol nilai pH lautan adalah pelepasan ion hidrogen dan bikarbonat. Reaksi ini mengontrol perubahan yang besar pada pH. Asam karbonat mengalami penguraian yang sangat cepat dan membentuk ion bikarbonat dan ion karbonat.
H2CO3  H+ + HCO3           (ion bikarbonat)          (Persamaan 3)
HCO3-  H+ + CO32-              (ion karbonat)             (Persamaan 4)
            Gas karbon dioksida lebih larut dalam air dingin dibandingkan dengan air hangat. Kelarutan gas meningkat terhadap tekanan. Karbon muncul dalam berbagai bentuk antara lain yaitu CO2, H2CO3, HCO3-, CO32- dan juga gabungan karbon dalam molekul organik (yang jumlahnya sangat sedikit). Secara kuantitatif, HCO3- dan CO32- merupakan spesimen terpenting. Reaksi yang terjadi pada Persamaan 4 terjadi dengan cepat dan air laut dianggap mengandung campuran tiga ion yang dalam kesetimbangan. Sejumlah besar ion bikarbonat dan karbonat dalam air laut tidak diperoleh langsung dari atmosfer tetapi dari aliran sungai ke laut, pengaruh cuaca terhadap batuan oleh asam karbonat dan hujan asam.
2.2.1. Siklus Karbon
            Karbon merupakan unsur yang membentuk dasar semua kehidupan. CO2 dihasilkan oleh hampir seluruh makhluk hidup yang mengalami proses respirasi seperti manusia, hewan, tumbuhan bahkan mikroorganisme, selain itu juga dihasilkan dari hasil pembakaran bahan bakar fosil. Siklus karbon adalah siklus biogeokimia dimana karbon dipertukarkan antara biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer bumi. Dalam siklus ini terdapat empat reservoir karbon utama yang dihubungkan oleh jalur pertukaran. Reservoir-reservoir tersebut adalah atmosfer, biosfer teresterial (termasuk freshwater system dan material non-hayati organik seperti karbon tanah (soil carbon)), lautan (termasuk karbon terlarut dan biota laut hayati maupun non-hayati) dan sedimen (termasuk bahan bakar fosil). Pergerakan tahunan karbon, pertukaran karbon antar reservoir, terjadi karena proses-proses kimia, fisika, geologi, dan biologi yang bermacam-macam. Lautan mengadung kolam aktif karbon terbesar dekat permukaan bumi, namun demikian laut dalam bagian dari kolam ini mengalami pertukaran yang lambat dengan atmosfer.
            Gas utama di atmosfer ada empat yaitu nitrogen, oksigen, argon dan karbon dioksida. Konsentrasi gas tersebut di air dalam kesetimbangan dengan tekanan parsial di atmosfer. Karbon dioksida merupakan gas yang paling mudah larut dibandingkan dengan gas utama yang lainnya, namun konsentrasinya dalam air laut sangat kecil. Hampir semua karbon dioksida dalam air laut menyatu dengan air sebagai asam karbonik dan produk disosiasi. Siklus karbon (C) dalam ekosistem adalah proses pemanfaatan CO2 di udara untuk keperluan fotosintesis tumbuhan dan pembentukan CO2 kembali sebagai hasil dari proses respirasi makhluk hidup. CO2 atau karbon dioksida merupakan gabungan dari satu molekul karbon dan 2 molekul oksigen. CO2 merupakan gas penyusun atmosfer yang ditemukan dalam jumlah sedikit yaitu sekitar 0,03%. Kadar CO2 di atmosfer berbanding terbalik dengan banyaknya tumbuhan hijau yang ada disekitarnya. Hal ini disebabkan karena CO2 merupakan komponen utama dalam proses fotosintesis tumbuhan.
Siklus karbon diawali dengan pembentukan karbon (CO2) di udara. CO2 dapat terbentuk karena 2 hal yaitu aktivitas organisme dan aktivitas alam. Aktivitas organisme termasuk respirasi, dekomposisi makhluk hidup yang mati, pembakaran batu bara, asap pabrik dan lain-lain, serta aktivitas alam seperti erupsi vulkanis. Semua aktivitas tersebut merupakan sumber CO2 di alam ini. Akan tetapi terlalu banyak kandungan CO2 di udara akan menyebabkan efek rumah kaca.
            CO2 di udara kemudian dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Hasil akhir proses fotosintesis adalah senyawa organik berupa oksigen dan glukosa. Oksigen yang dihasilkan kemudian digunakan oleh makhluk hidup terutama manusia dan hewan untuk bernafas. Proses pernafasan ini menghasilkan H2O dan CO2. CO2 tersebut kemudian dimanfaatkan oleh tumbuhan kembali dan begitu seterusnya. Sedangkan glukosa hasil dari fotosintesis merupakan sumber energi bagi tumbuhan untuk pertumbuhannya. Kemudian, senyawa organik dari tumbuhan ini digunakan oleh makhluk hidup lainnya (manusia dan hewan) melalui rantai makanan. Selain sebagai sumber energi, senyawa organik tersebut sebagian disimpan dalam tubuh organisme. Senyawa organik pada tumbuhan banyak terkandung dalam batang. Adapun pada manusia dan hewan, bahan organik banyak terdapat pada bagian tulang. Jika organisme mati, senyawa karbon akan diuraikan dan diendapkan menjadi batuan karbonat dan kapur. Jika tersimpan dalam perut bumi dalam jangka waktu yang sangat lama, senyawa karbon sisa organisme mati dapat menghasilkan bahan bakar fosil (minyak bumi). Akhirnya oleh kegiatan manusia bahan bakar fosil tersebut kembali membebaskan CO2 ke udara.
2.2.2. Pengaruh Pencemaran Minyak terhadap Kesetimbangan CO2
Lautan telah menyerap sampai setengah dari kelebihan CO2 di bumi, yang telah mengakibatkan perubahan kimia dalam permukaan air laut. CO2 dalam air, yang mengarah pada pembentukan asam karbonat, menyebabkan permukaan lautan pH turun sebesar 0,1 unit, dan diproyeksikan turun lagi pH 0,3-0,4 unit pada akhir abad ini. Pergeseran zat-zat kimiawi dalam lautan tidak hanya meningkatkan keasaman, tapi mengurangi ketersediaan ion karbonat, yang banyak makhluk gunakan untuk membangun kerang dan kerangka dari kalsium karbonat.
Penurunan ketersediaan ion karbonat memberikan arti bahwa organisme, seperti plankton, karang dan moluska, berjuang untuk membangun atau memelihara struktur pelindung atau pendukung mereka. Nilai pH di lautan samudera dunia tidak mempunyai nilai yang sama dan konsisten. Para peneliti percaya bahwa daerah-daerah dengan pH relatif rendah, seperti bagian timur samudera Pasifik, bisa menjadi hasil dari upwelling (pengangkatan massa air laut dalam), lebih dingin, lebih kaya CO2 perairan. Akan tetapi, tidak ada daerah yang dapat menghindar dari dampak turunnya nilai pH.
            Terjadinya pencemaran berupa tumpahan minyak ini menyebabkan siklus karbon terganggu. Fitoplankton maupun alga yang melakukan fotosintesis akan kehilangan kemampuan bahkan mati karena masalah ini yang menyebabkan karbon tidak terserap yang bisa mengakibatkan global warming. pH perairan juga akan berubah karena siklus karbon terhambat. Dengan terjadinya hal ini mengakibatkan dampak buruk dari sisi manapun.
2.2.3. Pertanyaan dan Jawaban Permasalahan
            Beberapa pertanyaan yang perlu untuk dibahas yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana proses siklus CO2 di perairan yang terkena tumpahan minyak?
2. Bagaimana cara menanggulangi tumpahan minyak di laut?
3. Apakah fitoplankton atau alga yang berada di perairan yang tercemar tumpahan minyak masih dapat melakukan kegiatan fotosintesis yang berhubungan dengan siklus karbon?
Jawab:
2. Cara menanggulangi tumpahan minyak di laut ada beberapa cara yaitu pembakaran langsung, penyisihan minyak, bioremediasi dan menggunakan dispersan kimiawi. Pembakaran langsung dilakukan di permukaan perairan yang terkena tumpahan minyak, tetapi hal ini menyebabkan dampak negatif yaitu asap pembakaran. Penyisihan minyak dilakukan melalui dua cara yaitu dengan melokalisir minyak terlebih dahulu lalu memindahkan minyak ke dalam wadah tertentu seperti tangki. Bioremediasi dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu bioaugmentasi dan biostimulasi. Bioaugmentasi adalah teknik menebarkan mikroba ketika terjadi pencemaran minyak. Sedangkan teknik biostimulasi menggunakan "pupuk" mineral untuk menumbuhkan mikroba di lingkungan yang tercemar. "Sehingga mikroba yang tumbuh itu siap menguraikan minyak menjadi senyawa yang lebih ramah lingkungan. Dan itu yang paling banyak direkomendasikan. Bakteri tertentu dinyatakan dominan dan relatif memiliki kemampuan mendegradasi minyak yang signifikan (tinggi), yaitu Marinobacter, Oceanobacter, Alcanivorax, Thalassospira, Stappia, Bacillus, Novospingobium, Pseudomonas, Spingobium, dan Rhodobacter. Menggunakan dispersan kimia cara kerjanya hampir sama dengan biomediasi hanya saja cara ini menggunakan bahan kimia.
3. Fitoplankton atau alga yang berada di perairan yang tercemar tumpahan minyak masih memungkinkan dapat melakukan kegiatan fotosintesis jika tumpahan minyak pada perairan tersebut tidak terlalu banyak dan hanya sedikit fitoplankton maupun alga yang dapat bertahan dalam kondisi ini. Hal ini juga dipengaruhi terhadap adanya daya adaptasi terhadap fitoplankton atau alga tersebut.
2.3. Senyawa Utama Air Laut
            Senyawa-senyawa kimia yang terkandung di dalam air laut adalah sebagai berikut :
1.    Klorida
Klorida banyak ditemukan di alam, hal ini di karenakan sifatnya yang mudah larut. Kandungan klorida di alam berkisar <1 mg/l sampai dengan beberapa ribu mg/l di dalam air laut. Air buangan industri kebanyakan menaikkan kandungan klorida demikian juga manusia dan hewan membuang material klorida dan nitrogen yang tinggi. Kadar Cl- dalam air dibatasi oleh standar untuk berbagai pemanfaatan yaitu air minum, irigasi dan konstruksi.
2.    Kalium
Dalam air laut, jumlah kalium jauh lebih sedikit daripada jumlah Natrium, tetapi di dalam batuan endapan jumlah Kalium lebih banyak dibandingkan jumlah Natrium. Bukti tertentu menjelaskan bahwa sel-sel kehidupan bertanggung jawab terhadap pengambilan Kalium dari laut dalam jumlah besar. Organisme-organisme laut mengabsorpsi Kalium ke dalam sel-sel tubuh mereka. Apabila organisme-organisme ini mati, mereka akan menyatu dengan batuan-batuan di dasar laut bersama Kaliumnya.
3.    Fosfat
Fosfat merupakan bahan makanan utama yang digunakan oleh semua organisme untuk pertumbuhan dan sumber energi. Fosfat di dalam air laut, berada dalam bentuk senyawa organic dan anorganik. Dalam bentuk senyawa organic, fosfat dapat berupa gula fosfat dan hasil oksidasinya, nukloeprotein dan fosfo protein. Sedangkan dalam bentuk senyawa anorganik meliputi ortofosfat dan polifosfat. Senyawa anorganik fosfat dalam air laut pada umumnya berada dalam bentuk ion (orto) asam fosfat (H3PO4), dimana 10% sebagai ion fosfat dan 90% dalam bentuk HPO42-, fosfat merupakan unsur yang penting dalam pembentukkan protein dan membantu proses metabolism sel suatu organisme.
Sumber fosfat diperairn laut pada wilayah pesisir dan paparan benua adalah sungai. Karena sungai membawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat daratan lainnya, sehingga sumber fosfat dimuara sungai lebih besar dari sekitarnya. Keberadaan fosfat di dalam air akan terurai menjadi senyawa ionisasi. Fosfat dalam air laut berbentuk ion fosfat. Ion fosfat dibutuhkan pada proses fotosintesis dan proses lainnya dalam tumbuhan (bentuk ATP dan Nukleotid koenzim). Penyerapan daro fosfat dapat berlangsung terus walaupun dalam keadaan gelap. Ortofosfat (H3PO4) adalah bentuk fosfat anorganik yang paling banyak terdapat dalam siklus fosfat. Distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di air laut dipengaruhi oleh proses biologi dan fisik. Dipermukaan air, fosfat diangkut oleh fitoplankton sejak proses fotosintesis.
4.    Nitrogen
Nitrogen dalam air terjadi dalam berbagai bentuk senyawa. Nitrogen yang terbanyak dalam bentuk N-molekuler (N2) yang berlipat ganda jumlahnya daripada nitrit (NO2) atau nitrat (NO3), tetapi tidak dalam bentuk yang berguna bagi jasad hidup.
Nitrogen memegang peranan kritis dalam siklus organik dalam menghasilkan asam-asam amino yang membuat protein. Dalam siklus nitrogen, tumbuh-umbuhan menyerap N-anorganik dalam salah satu gabungan atau sebagai nitrogen molekuler. Sebaran menegak dari bentuk-bentuk gabungan nitrogen berbeda di laut. Nitrat terbanyak terdapat di lapisan permukaan, ammonium tersebar secara seragam dan nitrit terpusat dekat termoklin. Interaksi-interaksi antara berbagai tingkat nitrogen organic dan bakteri sedemikian rupa sehingga pada saat nitrogen diubah menjadi berbagai senyawa anorganik, zat-zat ini sudah tenggelam di bawah termoklin. Hal ini menimbulkan masalah bagi penyediaan nitrogen karena termoklin merupakan penghalang bagi migrai menegak unsur-unsur ini dan kenyataanya persediaan nitrogen akan menjadi factor pembatas bagi produktivitas di laut.
2.3.1. Senyawa yang Terdapat dalam Minyak
            Senyawa-senyawa kimia penyusun minyak adalah sebagai berikut.
1. Sulfur (Belerang)
            Minyak mentah mempunyai kandungan belerang yang lebih tinggi. Keberadaan belerang dalam minyak bumi sering banyak menimbulkan akibat, misalnya dalam gasoline dapat menyebabkan korosi (khususnya dalam keadaan dingin atau basah), karena terbentuknya asam yang dihasilkan dari oksida sulfur (sebagai hasil pembakaran gasoline dan air.
2. Oksigen
            Oksigen dapat terbentuk karena kontak yang cukup lama antara minyak bumi deengan atmosfir udara. Kandungan total oksigen dalam minyak bumi adalah antara 0,05 – 1,5% dan menaik dengan naiknya titik didih fraksi. Kadungan oksigen bisa menaik apabila produk itu terlalu lama berhubungan dengan udara. Senyawa yang terbentuk dapat berupa: alcohol, keton eter, dll, sehingga dapat menimbulkan sifat asam pada minyak bumi. Oksigen dapat meningkatkan titik didih bahan bakar.
3. Nitrogen
            Umumnya kandungan nitrogen dalam minyak bumi sangat rendah, yaitu 0,1-2%. Kandungan tertinggi terdapat pada tipe asphalitik. Nitrogrn mempunyai sifat racun terhadap katalis dan dapat membentuk gum (getah) pada fuel oil. Kandungan nitrogen terbanyak terdapat pada fraksi titik didih tinggi.
4. Unsur-unsur Logam
            Logam-logam seperti besi, tembaga, terutama nikel dan vanadium pada proses catalytic cracking mempengaruhi aktifitas katalis, sebab dapat menurunkan produk gasoline, menghasikan banyak gas, dan pembentukan coke. Pada power generator temperature tinggi, misalnya oil-fired gas turbine, adanya konstituen logam terutama vanadium dapat membenatuk kerak pada rotor turbine. Abu yang dihasilkan dari pembakaran fuel yang mengandung natrium dan terutama vanadium dapat bereaksi dengan refactory furnace (bata tahan api), menyebabkan turunnya titik lebur campuran sehinnga merusakkan refactory itu.
2.3.2. Dampak Tumpahan Minyak Terhadap Senyawa Air Laut
            Senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi berupa benzene, touleuna, ethylbenzene dan isomer xylene, dikenal sebagai BTEX, merupakan komponen utama dalam minyak bumi, bersifat mutagenic, dan karisogenik pada manusia. Senyawa ini bersifat rekalsitran, yang artinya sulit mengalami perombakan di alam, baik di air maupun didarat, sehingga ini akan mengalami proses biomagnetion pada ikan ataupun pada biota laut lain. Bila senyawa aromatic tersebut masuk ke dalam darah, akan diserap oleh jaringan lemak dan akan mengalami oksidasi dalam hati membentuk phenol, kemudian pada proses berikutnya terjadi reaksi konjugasi memebentuk senyawa glucuride yang larut dalam air, kemudian masuk ke ginjal.
            Ketika minyak masuk ke lingkungan laut, maka minyak tersebut segera akan mengalami perubahan secara fisik dan kimia. Diantara proses tersebut adalah membentuk lapisan (slick formation), menyebar (dissolution), menguap (evaporation), polimerasi (polymerization), emulsifikasi (emulsification), fotooksida, niodegrasi mikroba, sedimentasi, dicerna oleh plankton dan bentukan gumpalan. Hampir semua tumpahan minyak di lingkungan laut dapat dengan segera membentuk sebuah lapisan tipis di permukaan. Hal ini dikarenakan minyak tersebut digerakan oleh pergerakan angina, gelombang dan arus, selain gaya gravitas dan tegangan permukaan. Beberapa hidrokarbon minyak bersifat mudah menguap, dan cepat menguap. Proses penyebaran minyak akan menyebarkan lapisan menjadi tipis serta tingkat penguapan meningkat.
            Hilangnya sebagian material yang mudah menguap tersebut membuat minyak lebih padat/berat dan membuatnya tenggelam. Komponen hidrokarbon yang terlarut dalam air laut, akan membuat lapisan lebih tebal dan melekat, dan turbulensi air akan menyebabkan emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Ketika semua terjadi, reaksi fotokimia dapat mengubah karakter minyak dan akan terjadi biodegradasi oleh mikroba yang akan mengurangi jumlah minyak.
Proses pembentukan lapisan minyak yang begitu cepat, ditambah dengan penguapan komponen dan penyebaran komponen hidrokarbon akan mengurangi volume tumpahan ebanyak 50% selama beberapa hari sejak pertama kali minyak tersebut tumpah. Produk kilang minyak, seperti gasoline atau kerosin hamper semua lenyap, senbaliknya minyak mentah dengan viskositas yang tinggi hanya mengalami pengurangan kurang dari 25%. Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung yang menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai. Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota laut, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan, dengan sendirinya dapat menurunkan reproduksi ikan. Proses emulsifikasi merupakan sumber mortalitas bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio karena pada tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar.
2.3.3. Pertanyaan dan Jawaban Permasalahan
            Beberapa pertanyaan yang perlu untuk dibahas adalah sebagai berikut :
1.    Darimanakah asal-usul senyawa air laut?
2.    Ketika proses penyebaran minyak menyebabkan lapisan menjadi tipis, maka proses penguapan menjadi meningkat. Mengapa proses penguapan menjadi meningkat?
3.    Jelaskan hubungan komposisi ion yang terkait dengan tumpahan minyak?
4.    Bagaimana pengaruh atau dampak dari pembakaran kapal didaerah tumpahan minyak?
Jawaban:
1. Senyawa kimia terlarut dalam air laut di bedakan menjadi 2 yaitu, Aloton dimana sumber elemen berasal dari luar sistem yang masuk kedalam air laut, Autoton dimana sumber senyawa berasal dari dalam perairan laut itu sendiri.
2. Proses penguapan menjadi meningkat karena lapisan minyak yang tipis membuat senyawa hidrokarbon menjadi cepat menguap. Senyawa hidrokarbon yang sebagaimana diketahui mudah menguap merupakan komponen utama minyak.
3. Sebagaimana diketahui bahwa ion mudah sekali berikatan dengan senyawa lain, oleh karena itu saat tumpahan minyak bercampur dengan air laut ion-ion akan saling mengikat dengan senyawa hidrokarbon dan membentuk senyawa yang lainnya.
4. Pembakaran kapal didaerah tumpahan minyak bertujuan untuk menghentikan penyebar luasan tumpahan minyak, namun tindakan ini tidak bersahabat terhadap lingkungan dimana salah satu efek yang terjadi adalah berkurangnya DO pada perairan tersebut.
2.4. Mikronutrien
2.4.1. Definisi Elemen
            Elemen adalah unsur, materi atau bahan dasar yang menyusun seluruh benda di alam semesta. Elemen ini tersusun dari atom-atom yang berasal dari elemen yang sama secara kimiawi dan memiliki sifat yang identik. Hingga saat ini telah dikenal sekitar 116 elemen atau unsur. Elemen (organik dan anorganik) terbagi menjadi 3 kelompok berdasarkan rata-rata konsentrasinya di alam, yaitu:
1.      Elemen makro (0,05 – 750 mM) (Na, Cl, Mg)
2.      Elemen mikro (0,05 – 50 μM) (P dan N)
3.      Elemen trace atau kelumit (0,05 -50 nM) (Pb, Hg, Cd)
2.4.2. Elemen di Laut
Komposisi air laut yang konstan tetap dipertahankan karena kebanyakan unsur utama menunjukkan sifat konservatif, yaitu konsentrasi di air laut tidak mengalami perubahan yang berarti akibat reaksi biologi dan kimia di laut. Namun, secara umum di dalam air laut terdapat sejumlah unsur yang dominan (bagian mayoritas) dan unsur pelengkap (bagian minoritas).

2.4.3. Penyebaran (Variasi Musiman)
a. Nitrogen (2.400 ton/mil³ air laut)
            Variasi musiman dari nitrit, nitrat dan ammonia terjadi pada lapisan permukaan laut sebagai hasil dari aktifitas biologi. Perubahan konsentrasi Nitrogen secara musiman sebagian besar terjadi di perairan dangkal daerah lintang sedang atau lintang tinggi. Saat musim semi, terjadi peningkatan intesitas cahaya dan durasi (lama penyinaran) yang menyebabkan peningkatan populasi fitoplankton. Hal ini menimbulkan perpindahan Nitrogen anorganik terlarut dari daerah eufotik. Populasi fitoplankton kemudian dimangsa oleh zooplankton dan ikan. Nitrogen kemudian dikembalikan ke perairan dalam bentuk excrete (kotoran), urine (amoniak dan urea) atau partikel feses yang akan didekomposisi oleh bakteri sebelum dikembalikan ke perairan. Pada musim semi, proses percampuran vertikal (vertical mixing) memiliki konstribusi mengangkat nutrien dari perairan bawah ke zona eufotik. Akibatnya populasi fitoplankton bertambah dengan cepat dan mulai menurun saat terbentuk zona termoklin yang menghalangi suplai Nitrogen ke lapisan permukaan. Nutrien yang dominan pada waktu ini adalah amoniak yang diekskresikan oleh Zooplankton dan selanjutnya dimanfaatkan oleh algae dalam proses fotosintesis.
Pada beberapa lokasi, terjadi penurunan konsentrasi Nitrogen terlarut hingga mencapai taraf yang dapat mematikan organisme. Ekskresi Nitrogen oleh zooplankton mencapai tingkat maksimum saat populasi fitoplankton jarang. Hal ini terjadi karena kemungkinan pemanfaatan protein sebagai sumber energi menurun saat makanan (fitoplankton) berlimpah. Saat organisme mati atau dikonsumsi dan dikeluarkan dalam bentuk feses oleh zooplankton, maka bakteri akan melakukan regenerasi Nitrogen. Regenerasi nitrat seringkali menyebabkan blooming algae pada akhir musim panas. Konsentrasi nitrat akan meningkat hingga mencapai titik maksimum pada musim gugur dan kemudian menurun. Nitrifikasi akan selesai saat bulan Januari saat permukaan mendingin dan badai membongkar lapisan termoklin, menyebabkan nirat dapat terdistribusi kembali ke kolom air dan dasar perairan. Kondisi yang berbeda terjadi pada daerah perairan yang memiliki up-welling yang membawa nutrient dari perairan bawah ke lapisan permukaan. Kondisi perairan di daerah up-welling sangat subur dan mendukung kehidupan fitoplankton yang melimpah. Dengan demikian nutrien bukan merupakan faktor pembatas di daerah ini.
Perubahan konsentrasi nutrien di lautan terbuka yang jauh dari daratan juga dipengaruhi oleh produktifitas fitoplankton dan hanya terbatas di lapisan permukaan. Namun, proses regenerative terjadi di seluruh kolom perairan. Organisme mati dan detritus organik akan diuraikan oleh bakteri saat tenggelam dari permukaan air. Partikel organik akan tenggelam dengan lambat karena ukuran partikel mengalami penyusutan dan densitas air laut yang lebih tinggi pada perairan yang lebih dalam. Oksidasi partikel menyebabkan berpindahnya oksigen dari dalam air, demikian pula dengan karbondioksida dan ion nitrat yang menjadi produk akhir dari oksidasi senyawa organik akan terakumulasi di daerah perairan yang lebih dalam. Konsentrasi nitrogen di seluruh samudera di dunia memiliki konsentrasi yang konstan mulai dari kedalaman di daerah pertengahan hingga dasar perairan.
b. Fosfor (330 ton/mil³ air laut)
Di perairan dangkal daerah variasi musiman ditemukan fosfat dan konsentrasi fosfor organik terlarut. Pada musim dingin, sebagian besar fosfor berada dalam bentuk orthofosfat. Namun, hal ini akan menurun dengan cepat pada bulan maret saat fosfat digunakan oleh fitoplankton. Zooplankton dan ikan akan memakan fitoplankton dan mengembalikan fosfat ke dalam perairan melalui feses/buangan metabolisme dalam bentuk fosfat dan fosfor organik terlarut. Pada bulan Mei-Juni, konsentrasi fosfat akan menurun di daerah eufotik sehingga konsentrasi fosfor organik terlarut lebih dominan. Setelah fitoplankton mengalami blooming, regenerasin fosfat dari fitoplankton, detritus dan fosfor organik terlarut akan kembali meningkat dengan cepat.
c. Silika (14.000 ton/mil³ air laut)
Salah satu organisme perairan yang mempunyai peranan penting adalah diatom. Diatom merupakan produsen primer yang cukup melimpah dan diperlukan sebagai pakan alami yang banyak ditemukan diperairan tawar maupun perairan laut. Diatom merupakan kosmopolitan spesies yang terdistribusi secara luas di seluruh lingkungan akuatik bahkan pada lingkungan darat yang terendam secara berkala seperti permukaan batuan, beberapa jenis tumbuhan dan binatang. Ciri khas diatom ditunjukkan dengan adanya pahatan tertentu pada dinding selnya yang terdiri dari silika, memiliki ketahanan yang tinggi terhadap tekanan lingkungan.
Silika merupakan elemen yang dibutuhkan diatom terutama untuk pembentukan dinding selnya. Silika ini diambil oleh diatom dalam bentuk yang terlarut dalam air, yaitu sebagai Si(OH)4. Berbagai jenis diatom memerlukan silika dalam jumlah yang berbeda-beda, akibatnya saat terjadi variasi kandungan silika yang terlarut dalam air maka dapat terjadi suksesi diatom, jadi perubahan kandungan silika merupakan salah satu faktor yang menyebabkan suksesi diatom. Silika terlarut di daerah perairan pantai umumnya cukup tinggi karena efek “run-off” dari daratan. Pada musim semi, ledakan populasi fitoplankton dengan cepat menyebabkan menurunnya konsentrasi silikon. Regenerasi silikon akan dimulai kembali pada musim panas saat pertumbuhan fitoplankton menjadi lambat dan terus berlanjut hingga mencapai puncaknya pada awal musim dingin. Pada beberapa daerah, ledakan populasi fitoplankton pada musim gugur dapat menyebabkan terhambatnya regenerasi silikon untuk sementara waktu. Konsentrasi silika terlarut di permukaan laut umumnya rendah, kecuali di daerah yang mengalami up-welling. Pada lapisan yang lebih dalam, ditemukan peningkatan yang tajam dari konsentrasi silikon. Pola distribusi silika berbeda dari satu samudera ke samudera lainnya dan ditentukan oleh pola sirkulasi air dan oleh suplai silikon terlarut dari Antartik dan dari diatom terlarut yang jatuh dari permukaan. Proses absorbsi oleh organisme juga berpengaruh terhadap pola distribusi silika.

2.4.4. Kandungan Mikronutrien di Laut
a.    Nitrogen
Nitrat adalah sumber utama nitrogen di perairan, namun amonium lebih disukai oleh tumbuhan. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari pada kadar amonium. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/liter menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/liter menggambarkan terjadinya eutrofikasi perairan. Nitrat adalah bentuk nitrogen sebagai nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna di perairan. Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik. Kadar nitrit pada perairan relatif karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/liter. Di perairan, nitrit ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih sedikit dari pada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi) yang terbentuk dalam kondisi anaerob. 
b.    Fosfor
Konsentrasi fosfat di atas 0,3 µm akan menyebabkan kecepatan pertumbuhan pada banyak spesies fitoplankton. Untuk konsentrasi dibawah 0,3 µm ada bagian sel yang cocok menghalangi dan sel fosfat kurang diproduksi. Variasi di perairan pantai terjadi karena proses upwelling dan kelimpahan fitoplankton. Pencampuran yang terjadi dipermukaan pada musim dingin dapat disebabkan oleh bentuk linear di air dangkal. Saat suatu perairan mengalami pencemaran akibat tumpahan minyak, maka akan menyebabkan pencampuran zat kimia berbahaya kepada hewan-hewan dan tumbuhan-tumbuhan di perairan. Fosfat yang dapat dibentuk karena proses pelapukan dan erosi atau dapat juga terbentuk dari tumbuhan dan hewan sebagai fosfat organik akan terganggu siklus nya sehingga dapat menyebabkan kadar fosfat di perairan tersebut terganggu.
c.    Silika
            Sumber silika pada lautan dunia melibatkan 3 jalur. Pertama adalah pelapukan kimia dari sedimen dan diatom. Produksi silika dipengaruhi dari aliran sungai yng membawa mineral lumpur dan serpihan-serpihan pelapukan batu. Asam silika masuk dalam lautan baik secara langsung melalui aliran permukaan atau aliran dari dasar perairan yang kemudian dibawa ke laut.
            Keberadaan silika pada perairan tidak menimbulkan masalah karena tidak bersifat toksik bagi makhluk hidup. Sebagian organisme laut membangun kerangka tubuhnya dengan mengambil asam silika yang ada di air laut, organisme itu seperti diatom, silika flagellata, dan radiolaria. Silika termasuk salah satu unsur yang esensial bagi makhluk hidup. Diatom (Bacillariophyceae) membutuhkan silika untuk pembentukan frustule (dinding sel). Setelah organisme ini mati biogenik dari silika yang terakumulasi dalam tubuhnya akan larut dalam air laut. Porsi dari silika yang lolos dari pemisahan rangka dengan bagian organ dari organisme tersebut baik di permukaan maupun di perairan dalam akan mengalami reservoir yang nantinya akan mengendap ke bawah dan akhirnya mencapai sedimen.
2.4.5. Pengaruh Pencemaran Minyak Terhadap Mikronutrien di Laut
            Komponen minyak tidak larut di dalam air akan mengapung pada permukaan air laut yang menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai. Hal ini akan berdampak terhadap kualitas air. Penetrasi cahaya menurun di bawah lapisan minyak. Proses fotosintesis terhalang pada zona euphotik sehingga rantai makanan yang berawal pada phytoplankton akan terputus. Lapisan minyak juga menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi kelarutan oksigen yang akhirnya sampai pada tingkat tidak cukup untuk mendukung bentuk kehidupan laut yang aerob. Sehingga tingkat kesuburan perairan yang mengalami pencemaran minyak akan menurun seiring dengan terputusnya rantai makanan yang berawal dari phytoplankton yang merupakan indikator suatu tingkat kesuburan perairan. Kandungan unsur-unsur hara yang ada didalam air laut menjadi tidak dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup yang berada di perairan tersebut karena sudah terkontaminasi oleh minyak.
2.4.6. Pertanyaan dan Jawaban Permasalahan
            Pertanyaan yang perlu untuk dibahas adalah sebagai berikut :
1. Apakah ada dampak positif yang dihasilkan dari tumpahan minyak di laut?
Jawaban :
1. Dampak positif yang dihasilkan dari tumpahan minyak akan bergantung pada jenis minyak yang tumpah. Apabila minyak yang tumpah merupakan jenis minyak mentah dengan komposisi bahan organik lebih banyak dan belum tercampur dengan bahan tambahan lainnya maka tumpahan tersebut akan dapat memberi dampak positif salah satunya ialah bertambahnya unsur hara yang ada di laut, namun jika hal tersebut berlebihan tentu akan membuat dampak positif menjadi berkurang bahkan hilang. Tumpahan minyak yang bukan berasal dari minyak mentah akan memberikan lebih banyak dampak negatif salah satunya seperti bercampurnya zat-zat kimia berbahaya ke kolom perairan sehingga membuat kadar oksigen menurun dan akan berdampak pada kehidupan biota yang ada di perairan.
2.5. Produktivitas Primer
Produktivitas primer adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Jumlah seluruh bahan organik (biomassa) yang terbentuk dalam proses produktivitas dinamakan produktivitas primer kotor atau produksi kotor.
Jumlah seluruh bahan organik yang terbentuk dalam proses produktivitas dinamakan produksi primer kotor, atau produksi total. Karena sebagian dari produksi total ini digunakan tumbuhan untuk kelangsungan proses-proses hidup/respirasi. Produksi primer bersih adalah istilah yang digunakan bagi jumlah sisa produksi primer kotor setelah sebagian digunakan untuk respirasi. Produksi primer inilah yang tersedia bagi tingkatan-tingkatan trofik lain.
Produksi primer kotor maupun bersih pada umumnya dinyatakan dalam jumlah gram karbon (C) yang terikat per satuan luas atau volume air laut per interval waktu. Jadi, produksi dapat dilaporkan sebagai jumlah gram karbon per m2 per hari (gC/m2/hari), atau satuan-satuan lain yang lebih tepat. Hasil tetap (Standing crop) yang diterapkan pada tumbuhan ialah jumlah biomassa tumbuhan yang terdapat dalam suatu volume air tertentu pada suatu saat tertentu. Di laut khususnya laut terbuka, fitoplankton merupakan organisme autotrof utama yang menentukan produktivitas primer perairan.
Produktivitas jumlah karbon yang terdapat di dalam matenal hidup dan secara umum dinyatakan sebagai jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kuadrat kolom air per hari (g C/m2/hari) atau jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kubik per hari (g C/m3/hari). Selain jumlah karbon yang dihasilkan tinggi rendahnya produktivitas primer perairan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap biomassa fitoplankton dan konsentrasi klorofil-a dimana kedua metode ini dapat diukur secara langsung di lapangan.
Total produktivitas primer dikenal sebagai produktivitas primer kotor /Gross Primary Productivity (GPP). Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan sebagai bahan organik pada tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang tumbuh, karena organisme tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai bahan bakar organik dalam respirasinya. Dalam sebuah ekosistem, produktivitas primer menunjukkan simpanan energi kimia yang tersedia bagi konsumen. Pada sebagian besar produsen primer, produktivitas primer bersih dapat mencapai 50% – 90% dari produktivitas primer kotor. Dengan demikian, produktivitas primer bersih/Net Primary Productivity (NPP) sama dengan produktivitas primer kotor dikurangi energi yang digunakan oleh produsen untuk respirasi (Rs):
NPP = GPP – Rs
Rasio NPP terhadap GPP umumnya lebih kecil bagi produsen besar dengan struktur nonfotosintetik yang rumit, seperti pohon yang mendukung sistem batang dan akar yang besar dan secara metabolik aktif. Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energy persatuan luas persatuan waktu (J/m2/tahun), atau sebagai biomassa (berat kering organik) vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem persatuan luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Namun demikian, produktivitas primer suatu ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa dari autotrof fotosintetik yang terdapat pada suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa tanaman tegakan (standing crop biomass).

2.5.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer
Terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan.
Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1.        Suhu atau Temperatur
Setiap penelitian pada ekosistem akuatik, pengukuran suhu air merupakan mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di air serta semua aktifitas biologis fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan temperatur sebesar 10 oC (hanya pada kisaran yang masih dapat ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola temperatur suatu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi.
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari wilayah kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas.
Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.
2.        Intensitas Cahaya Matahari
Cahaya matahari merupakan sumber energi primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energi cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer.
Pada ekosistem terrestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer yang paling tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang. Sedangkan pada eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah.
Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat yang mengalami pembiasan yang menyebabkan kolom air yang jernih akan terlihat berwarna biru dari permukaan.
Pada lapisan dasar, warna air akan berubah menjadi hijau kekuningan, karena intensitas dari warna ini paling baik ditransmisi dalam air sampai ke lapisan dasar. Kondisi optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, juga dipengaruhi oleh berbagai substrat dan benda yang lain yang terdapat di dalam air, misalnya oleh plankton dan humin yang terlarut dalam air. Vegetasi yang ada disepanjang aliran air juga dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke dalam air, karena tumbuh-tumbuhan tersebut juga mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi cahaya matahari
3.        Air, Curah Hujan dan Kelembaban
Produktivitas pada ekosistem terrestrial berkorelasi dengan ketersediaan air. Air merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik.  Secara kimiawi air berperan sebagai pelarut universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrien yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk uap.
Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas. Tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan lepasnya unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan badai selama hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi bersama air hujan. Namun demikian, air yang jatuh sebagai hujan akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi vegetasi rentan mengalami pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah.
4.        Nutrien
Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrien anorganik, beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrien organik merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrien spesifik atau nutrien tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrien spesifik yang demikian disebut nutrien pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas.
Produktivitas di laut umumnya terdapat paling besar diperairan dangkal dekat benua dan disepanjang terumbu karang, di mana cahaya dan nutrien melimpah. Produktivitas primer persatuan luas laut terbuka relativ rendah karena nutrien anorganik khusunya nitrogen dan fosfor terbatas ketersediaannya dipermukaan. Di tempat yang dalam di mana nutrien melimpah, namun cahaya tidak mencukupi untuk fotosintesis. Sehingga fitoplankton, berada pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke atas membawa nitrogen dan fosfor kepermukaan.
5.        Tanah
Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam karbonat (H2CO3) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+).
Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah. Hidrogen yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan liat silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang terdapat dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih dominan berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk asam di tanah. Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas organisme mikro yang melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari aktivitas penguraian serasah.
6.        Herbivora
Sekitar 10% dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat. Namun demikian, akibat yang ditimbulkan oleh herbivor pada produktivitas primer sangat sedikit sekali diketahui. Bahkan hubungan antar herbivor dan produktivitas primer bersih kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun jika intensitasnya optimum.  walaupun defoliasi pada individu pohon secara menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh tingginya keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora.
7.        DO (Dissolved Oxygen).
Disolved oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen sangat dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya suhu air. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut semakin tinggi.
Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses fotosintesis. Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologi organisme air terutama adalah dalam proses respirasi. Nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan temperatur juga dipengaruhi oleh aktifitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen. nilai DO yang berkisar antara 5,45-7,00 mg/l cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mg/l.
8.        BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada suhu 200 C Dari hasil penelitian misalnya diketahui bahwa untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat di dalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran ini, sementara dari hasil penelitian diketahui bahwa setelah pengukuran dilakukan selama 5 hari jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70% maka pengukuran yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari (BOD5).
Nilai konsentrasi BOD menunjukan suatu kualitas perairan yang masih tergolong baik dimana apabila konsumsi oksigen selama 5 hari berkisar sampai 5 mg/l oksigen maka perairan tersebut tergolong baik dan apabila konsumsi oksigen berkisar antara 10 mg/l -20 mg/l oksigen akan menunjukkan tingakat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah BOD umumnya lebih dari 100 mg/l. Pengukuran BOD didasarkan pada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terdapat substansi yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umumnya yang terdapat dalam limbah rumah tangga.
2.5.2. Hubungan Produktivitas Primer Terhadap Tumpahan Minyak
Salah satu aktivitas manusia yang dapat mencemari ekosistem laut adalah aktivitas minyak bumi lepas pantai. Aktivitas ini jika tidak dilakukan dengan pengawasan dan perancanaan yang baik akan berakibat fatal yaitu dapat menyebabkan tumpahnya minyak ke permukaan laut (oil spill). Walaupun minyak memiliki peranan yang penting bagi perekonomian suatu negara, namun minyak dapat mencemar dan merusak ekosistem jika tidak dikelola dengan baik. Tumpahan minyak di laut akan menyebabkan kerugian, baik dilihat dari aspek ekonomi maupun ekologi. Kerugian dari aspek ekonomi misalnya menyebabkan menurunnya hasil tangkapan perikanan (ikan dan kerang-kerangan), produksi rumput laut, produksi benih, kunjungan wisata yang berakibat menurunnya pendapatan masyarakat pesisir. Dampak dari aspek ekologi yaitu: 1) Kerusakan hutan bakau, 2) kerusakan terumbu karang dan padang lamun, 3) Kerusakan habitat pemijahan (spawning ground) dan pembesaran (nursery ground), 4) Kerusakan pantai, 5) Kerusakan dasar perairan pantai (siltasi lumpur, pasir, batuan).
Berdasarkan tinjauan ekologisnya, lapisan minyak dipermukaan air laut dapat menghambat penetrasi cahaya matahari masuk ke dalam kolom perairan sehingga laju fotosintesis akan tergangu dan berkurang yang meyebabkan penurunan produktivitas primer perairan. Ketika produktivitas primer berkurang dalam rantai makanan dilaut, maka makanan untuk konsumen tingkat satu akan berkurang sehingga persaingan merebutkan makanan oleh organisme tingkat diatasnya meningkat dan menyebabkan banyak kematian, yang akan terus belanjut hingga konsumen tingkat atas.
Ketika minyak masuk ke lingkungan laut, maka minyak tersebut dengan segera akan mengalami proses perubahan secara fisik dan kimia. Diantara proses tersebut adalah terbentuknya lapisan (oil slick), tersebar (dissolution), penguapan (evaporation), polimerasi (polymerization), emulsifikasi (emulsification), emulsi minyak dalam air (oil in water emulsions), fotooksida, biodegradasi mikroba, sedimentasi, dicerna oleh plankton, dan terbentuk gumpalan. Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung dan menyebabkan air laut berwarna hitam. Kecepatan penyebaran akan bergantung pada kecepatan angin, arus laut dan jenis minyak. Selain itu penyebaran minyak yang ada di perairan semakin bertambah luas disebabkan adanya proses difusi minyak. Keberadaan minyak di perairan mengalami penurunan disebabkan oleh terjadinya proses evaporasi dan dispersi minyak yang disebabkan oleh kondisi lingkungan.
Jika arah sebaran minyak menuju pantai dan mengendap, maka minyak akan terdegradasi dengan sendirinya di pantai dan berdampak negatif bagi ekosistem pantai. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai. Komponen hidrokarbon yang bersifat toksin dapat berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan dan perilaku biota laut terutama pada plankton bahkan dapat mematikan ikan dan organisme laut lainnya.
2.5.3. Pertanyaan dan Jawaban Permasalahan
     Beberapa pertanyaan yang perlu untuk dibahas yaitu sebagai berikut :
1.      Bagaimana proses produktivitas primer di perairan yang cuacanya ekstrim contonya di kutub utara?
2.      Apa arti treathmen dengan produktivitas primer serta hubungannya dengan kondisi tumpahan minyak di Balikpapan ?
Jawaban :
1.      Proses produktivitas primer pada perairan yang cuacanya lebih ekstrim memiliki perbedaan yang dapat dibandingkan karena laju produksi makhluk hidup dalam ekosistemnya. Contohnya seperti lingkungan perairan Indonesia yang terletak didaerah kawasan tropis aka nada proses yang berbeda. Jika di daerah tropis yang daerahnya tidak menutup kemungkinan akan hanya sedikit tingkat produktivitas primer karena hanya sedikit cahaya matahari disana hanya akan ada sedikit proses fotosintesis.
Fitoplankton yang merupakan organisme autotrof utama yang menentukan produktivitas primer perairan sangat bergantung pada proses fotosintesis. Untuk mengetahui tinggi rendahnya juga bisa diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap biomassa fitoplankton dan konsentrasi klorofil. Produktivitas primer juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor contohnya seperti suhu atau temperatur. Pada temperatur suatu sistem akuatik yang dipengaruhi oleh faktor intensitas cahaya matahari, terjadinya pertukaran panas antara air dan udara. Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan produktivitas akan meningkat dari wilayah kutub ke ekuator. Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas dan berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintesis misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.
2.  Treathmen memiliki arti masa pemulihan atau biasa dijelaskan sebagai tahap perbaikan atau pengobatan jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan Treathmen dengan tumpahan minyak di Balikpapan adalah apakah tumpahan minyak di Balikpapan serta hubungannya dengan produktivitas primer memiliki peluang atau ada untuk masa pemulihan sendiri serta tingkatan produktivitas primer pada wilayah tumpahan minyak di Balikpapan kemungkinan akan memiliki hubungan karena mempengaruhi kondisi perairannya. Tapi belum bisa dipastikan bahwa akan sangat memiliki hubungan disebabkan studi kasus pada tumpahan minyak di Balikpapan baru-baru ini dan belum ada yang meneliti seperti apa dan bagaimana, apakah memiliki hubungan atau tidak.


BAB 3. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
            Berdasarkan isi pembahasan dari makalah ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pada pencemaran minyak di lingkungan laut, minyak akan mengalami serangkaian perubahan/pelapukan/peluruhan (weathering) atas sifat fisik dan kimiawi. Sebagian perubahan tersebut mengarah pada hilangnya beberapa fraksi minyak dari permukaan laut, sementara perubahan lainnya berlangung dengan masih terdapatnya bagian material minyak di permukaan laut. Meskipun minyak yang tumpah pada akhirnya akan terurai/terasimilisi oleh lingkungan laut, namun waktu yang dibutuhkan untuk itu tergantung pada karakteristik awal fisik dan kimiawi minyak dan proses weathering minyak secara alamiah.
2.  Keseteimbangan merupakan reaksi yang berlangsung secara terus menerus dengan arah yang berlawanan. Pertukaran CO2 di air dengan atmosfer berjalan secara tidak langsung. Proses siklus CO2 di perairan yang terkena tumpahan minyak akan tergantung pada seberapa besar tutupan minyak tumpah di perairan tersebut. Jika tumpahan minyak tidak terlalu banyak maka siklus CO2 di perairan tersebut akan tetap berjalan meskipun terdapat hambatan dalam proses fotosintesis yang dilakukan oleh alga atau fitoplankton.
3.  Senyawa-senyawa utama yang terdapat dalam air laut yaitu klorida, kalium, fosfat dan nirogen.
4. Mikronutrien adalah unsur hara yang terkandung dalam air laut seperti nitrat, fosfor dan silika. Zat hara ini dibutuhkan oleh biota laut sebagai nutrisinya. Apabila terjadi pencemaran minyak maka senyawa-senyawa yang terkandung pada minyak akan mengkontaminasi zat hara yang ada diperairan tersebut. Hal ini akan berakibat zat hara tidak dapat dimanfaatkan oleh biota laut.
5. Produktivitas primer merupakan laju pertukaran senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Faktor yang mempengaruhi produktivitas primer adalah suhu, intensitas cahaya matahari, air, curah hujan, kelembaban, nutrient, herbivora, DO dan BOD.
3.2. Saran
            Pembuatan makalah ini didasari oleh berbagai kejadian-kejadian yang berhubungan langsung dengan lautan dan didukung dengan studi kasus literatur. Dengan membaca makalah ini diharapkan tumbuhnya kesadaran diri akan pentingnya kelestarian lautan serta sikap tanggung jawab yang kuat untuk menjaga dan merawat lingkungan laut dengan memahami sedikit ruang lingkup yang tersusun dalam makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
A. B. Ternala dkk. 2008. Produktivitas Primer Plankton dan hubungannya dengan Faktor Fisik-Kimia Air di Perairan Parapat Danau Toba. Departemen Biologi. Sumatera Utara.
Fakhrunnisa, Aliyah R. 2015. Analisis Tingkat Pencemaran Air Laut Pada Kawasan Sekitar Pelabuhan Paotere. Jurnal Tugas Akhir. Universitas Hasanuddin Makassar.
Firmansyah R, Mawardi AH, Riandi MU. 2009. Mudah dan Aktif Belajar Biologi 1. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
https://furkonable.wordpress.com/2010/04/01/analisis-pencemaran-laut-akibat-tumpahan-minyak-di-laut/
Irianto, I. Ketut. 2015. Buku Bahanajar Pencemaran Lingkungan. Universitas Warmadewa.
Kistinnah I, Lestari ES. 2006. Biologi Makhluk Hidup dan Lingkungannya. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Muhammad Sudibjo, dkk. 2013. Algoritma untuk Deteksi Tumpahan Minyak di Laut Timor Menggunakan Citra Modis. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. IPB. Bogor.
Redinal. 2012. Dampak Tumpahan Minyak Pada Biota Laut.
https://www.scribd.com/document/77728793/Dampak-Tumpahan-Minyak-Pada-Biota-Laut (Diakses pada tanggal 2 Mei 2018).
Risamasu,L.J.F et Prayitno B.H. 2011. Kajian Zat Hara Fosfat, Nitrit, Nitrat dan Silikat di Perairan Kepulauan Matasiri, Kalimantan Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan Vol. 6 (3). Undana. NTT.
Subardi, Nuryani, Pramono S. 2009. Biologi 1. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Supangat, A dan Mu'awanah U. Pengantar Kimia dan Sedimen Dasar Laut. Dapartemen Kelautan dan Perikanan.
Suwarno. 2002. Panduan Pembelajaran Biologi. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Umiatun, S., dkk. 2017. Hubungan Antara Kandungan Silika Dengan Kelimpahan Diatom Benthik di Sepanjang Sungai Pelus Kabupaten Banyumas. Scripta Biologica. Vol. 4. No. 1. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Wikipedia. 2017. Karbon (Online). https://id.wikipedia.org/wiki/Karbon (diakses tanggal 14 April 2018).
Wikipedia. 2017. Kesetimbangan Kimia (Online). https://id.wikipedia.org/wiki/Kesetimbangan_kimia (diakses tanggal 14 April 2018).
Wikipedia. 2017. Siklus Karbon (Online). https://id.wikipedia.org/wiki/Siklus karbon (diakses tanggal 14 April 2018).
www.scribd.com.Makalah-Produktivitas-Primer-diperairan W. Rizky, Santosa. 2013. Lex Administratum, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/viewFile/3017/2562. Diakses pada tanggal 24 April 2018.



UPAYA PENANGGULANGAN ABRASI DI PULAU TABUHAN KABUPATEN BANYUWANGI

NAMA    : RISMAN NIM        : 1610716110008 M.K.        : MITIGASI BECANA PESISIR DAN LAUT UPAYA PENANGGULANGAN ABRASI DI P...