KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penyusun
ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya semata tim penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.
Tim penyusun mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini terutama kepada dosen
Pengampu mata kuliah Oseanografi Kimia yang
telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan memberikan bantuan serta
teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini disusun berdasarkan
kajian yang terjadi saat ini di perairan teluk balikpapan yaitu telah terjadinya
pencemaran perairan oleh minyak. Dalam makalah ini tim penyusun tidak banyak
membahas aspek oseanografi, hanya saja ada beberapa faktor oseanografi kimia
yang sangat penting untuk di telaah terkait pencemaraan minyak di perairan
teluk Balikpapan.
Tim
penyusun menyadari
makalah ini masih jauh
dari sempurna. Untuk itu tim penulis
menerima saran dan kritikan
dari berbagai pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga hasil makalah ini bermanfaaat bagi kita semua.
Banjarbaru, Juni 2018
Tim Penyusun
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Wilayah pesisir merupakan suatu
wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar. Bertahun-tahun
orang tidak peduli dengan pencemaran laut karena volume air laut yang besar,
dan kemampuannya mengencerkan segala jenis zat asing sehingga hampir tak
menimbulkan dampak sama sekali. Oleh karena itu laut dianggap sebagai tempat
pembuangan limbah. Namun, pandangan tersebut mulai berangsur berubah. Hal itu
disebabkan antara lain karena limbah yang dibuang ke laut semakin lama semakin
banyak dan dalam konsentrasi tinggi, sehingga akibat pencemaran lingkungan pada
skala lokal terjadi. Apabila pembuangan limbah ke laut secara terus menerus
dilakukan, maka ditakutkan akan terjadi dampak global dari pencemaran laut.
Air merupakan sumber daya alam yang
dapat diperbarui, tetapi air akan dapat dengan mudah terkontaminasi oleh
aktivitas manusia. Air banyak digunakan oleh manusia untuk tujuan yang
bermacam-macam sehingga dengan mudah dapat tercemar. Pencemaran air dapat merupakan
masalah, regional maupun lingkungan global, dan sangat berhubungan dengan
pencemaran udara serta penggunaan lahan tanah atau daratan. Pada saat udara
yang tercemar jatuh ke bumi bersama air hujan, maka air tersebut sudah
tercemar.
Saat ini pencemaran berlangsung
dimana-mana dengan laju begitu cepat, yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
kecenderungan pencemaran, terutama sejak Perang Dunia kedua mengarah kepada dua
hal yaitu, pembuangan senyawa kimia tertentu yang makin meningkat terutama
akibat kegiatan industri dan transportasi yang lainnya akibat penggunaan
berbagai produk bioksida dan bahan-bahan berbahaya aktivitas manusia.
Salah satu pencemaran air laut yang
memiliki peotensi bahaya besar yaitu tumpahan minyak di perairan laut. Tumpahan minyak yang
masuk ke laut merusak lingkungan laut dan sumber daya hayati secara langsung,
mengganggu kegiatan ekonomi masyarakat pesisir dengan menurunnya jumlah
tangkapan ikan dan rusaknya budidaya ikan, rumput laut dan ekosistem yang ada
di daerah yang terkena tupahan minyak. Umumnya sumber tumpahan minyak di laut
beragam sumbernya, tidak hanya berasal dari kecelakaan kapal tanker saja namun
juga akibat beberapa operasi kapal dan bangunan lepas pantai.
Tumpahan minyak yang terjadi pada 31
Maret 2018 di teluk Balikpapan Kalimtan Timur. Pencemaran minyak ini merupakan
pencemaran yang terjadi akibat putusnya pipa bawah laut yang menyalurkan minyak
mentah dari Terminal Lawe-lawe di Penajam Paser Utara ke Kilang Balikpapan.
Pipa yang dipasang pada 1998 itu putus dan bergeser sekitar 120 meter dari
posisi awal. Penyebab pipa patah mengarah pada kapal MV Ever Judger, jangkar
kapal seberat 12 ton diduga tersangkut di pipa, lalu menggeruknya hingga patah.
Kejadian ini menimbulkan banyak kerugian, baik itu dalam hal ekonomi maupun
lingkungan sekitar yang terkena dampak dari pencemaran ini.
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Memahami tentang pencemar minyak dan
kaitannya dengan sifat kimia air laut studi kasus tumphan minyak di perairan Teluk
Balikpapan.
2. Memahami tentang kesetimbangan CO2
di Lautan
3. Memahami tentang senyawa utama air laut
4. Memahami tentang mikronutrien di Lautan
5. Memahami tentang produktivitas primer air
laut
BAB 2. ISI
2.1.
Pencemaran
Penting
untuk diketahui bahwa kata pencemaran dapat didefinisikan dalam berbagai
bentuk, definisi yang spesifik untuk digunakan pada kasus spesifik menjadi
penting. Sebagai contoh jika industri menyebarkan bahan pencemaran ke air atau
udara, tetapi dapat diterima oleh masyarakat atau penegak hukum maka menurut
definisi industri tersebut tidak mencemari. Dalam hal ini tekanan atau perintah
untuk membersihkan tidak pernah diberikan, meskipun hasil dari limbah yang
dibuang tersebut jelas. Berbagai profesi terlibat langsung dalam pencemaran
lingkungan, dan mereka memiliki definisi spesifik untuk memenuhi kebutuhan yang
spesifik.
Manusia ingin
terus meningkatkan kualitas hidupnya, mereka memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
mengembangkan industri. Manusia menggunakan bahan kimia untuk meningkatkan
produksi pangan agar kebutuhan pangan dapat terpenuhi. Manusia memanfaatkan
teknologi nuklir untuk memenuhi kebutuhan energi, artinya mereka memanfaatkan
teknologi dan hasil teknologi untuk kepentingannya secara berlebihan. Akibatnya
limbah yang dihasilkannya tidak mampu diuraikan kembali oleh alam sehingga
terjadilah suatu pencemaran.
2.1.1.
Perairan Teluk Balikpapan
Teluk Balikpapan, sebagai salah satu
kawasan pesisir dan laut di Kalimantan Timur, selain memiliki potensi
pembangunan, juga memiliki ancaman tekanan eksploitasi yang dapat mengarah
kepada kerusakan lingkungan dan sumberdaya alam pesisir bila tidak dikelola
dengan baik. Wilayah pesisir Teluk Balikpapan memiliki garis pantai sepanjang
79,6 kilometer, terdapat sekitar 31 pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni
dengan total luas daratan pulau-pulau tersebut sekitar 1.018,86 hektar.
Kawasan pesisir Teluk Balikpapan memiliki daya tarik untuk
pengembangan berbagai aktivitas. Kawasan pesisir Teluk Balikpapan telah
berkembang menjadi pusat-pusat permukiman dan perkotaan yang diikuti oleh
berbagai kegiatan perdagangan dan jasa.
Kegiatan lainnya yang berkembang di wilayah pesisir Teluk Balikpapan
adalah perikanan budidaya (tambak), pertanian dan industri. Sementara pada bagian hulu dikembangkan
kegiatan perkebunan dan kehutanan.
Pembangunan
pesisir Teluk Balikpapan secara berkelanjutan, untuk mencapai hal tersebut
serta memberikan manfaat ekonomi yang optimal bagi Pemerintah Daerah dan
masyarakat, sekaligus mempertahankan kualitas lingkungan dan sumberdaya di
dalamnya, maka diperlukan pengelolaan pesisir secara terpadu. Pengembangan program pengelolaan pesisir
terpadu Teluk Balikpapan diharapkan dapat menjawab dua hal mendasar, yaitu (1)
kebutuhan untuk menjaga dan mempertahankan sumberdaya pesisir yang terancam
overeksploitasi, dan (2) kebutuhan untuk mengelola pemanfaatan sumberdaya
pesisir secara rasional dan mencapai keseimbangan antara pemanfaatan dan
kelestarian sumberdaya. Analisis
kesesuaian lahan dan kebijakan pemanfaatan ruang kawasan pesisir Teluk
Balikpapan merupakan salah satu upaya untuk membantu pengembangan program
pengelolaan sumberdaya pesisir di Teluk Balikpapan yang berkelanjutan.
2.1.2.
Pencemaran Minyak di Teluk Balikpapan
Minyak menjadi
pencemar laut nomor satu di dunia. Sebagian diakibatkan aktivitas pengeboran
minyak dan industri. Separuh lebih disebabkan pelayaran serta kecelakaan kapal
tanker. Wilayah Indonesia sebagai jalur kapal internasional sangat rawan
pencemaran limbah minyak. Badan Dunia Group
of Expert on Scientific Aspects of Marine Pollution (GESAMP) mencatat
sekitar 6,44 juta ton per tahun kandungan hidrokarbon dari minyak telah
mencemari perairan laut dunia. Masing-masing berasal dari transportasi laut
sebesar 4,63 juta ton, instalasi pengeboran lepas pantai 0,18 juta ton, dan
sumber lain (industri dan pemukiman) sebesar 1,38 juta ton. Limbah minyak
sangat berpengaruh terhadap kerusakan ekosistem laut, mulai dari terumbu
karang, mangrove sampai dengan biota air, baik yang bersifat lethal (mematikan)
maupun sublethal (menghambat pertumbuhan, reproduksi dan proses fisiologis
lainnya). Hal ini karena adanya senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam
minyak bumi, yang memiliki komponen senyawa kompleks, seperti Benzena, Toluena,
Ethilbenzena dan isomer Xylena (BTEX) Senyawa tersebut berpengaruh besar
terhadap pencemaran.
Pada tanggal 31 maret 2018 pukul 03.00
WITA di perairan Teluk Balikpapan ditemukan tumpahan limbah cair berwarna hitam
yang diduga minyak mentah yang merupakan keterangan dari beberapa saksi mata
yang kebetulan berada di tempat kejadian perkara (TKP), pada hari yang sama
pukul 10.30 WITA terjadi kebakaran di perairan teluk balik papan, api terbakar
di permukaan laut. Pada 11.00 WITA saat terbakar terdapat 2 buah perahu nelayan
yang ikut terbakar dan kapal Kargo MV. Ever Judger 2 berbendera Panama yang
berada tidak jauh dari lokasi dan kapal tersebut terbakar pada bagian tali dan
kemudian menjalar ke bagian belakang kapal namun api dapat dipadamkan oleh anak
buah kapal (ABK) kapal tersebut. Kemudian pada hari tersebut ditemukan 2 korban
meninggal di perairan Teluk Balikpapan.
Pada hari minggu 1 april 2018 citra satelit lapan menunjukkan luas
tumpahan minyak di teluk balikpapan mencapai 12.987 hektar, pukul 08.00 WIB
ditemukan 2 korban meninggal di perairan teluk balikpapan, pada malam di hari
yang sama ditemukan dua ekor pesut mati di pesisir pantai balikpapan. Pada hari
senin 2 april 2018 pukul 15.30 ditemukan 1 korban meninggal di Pantai Batakan
Belakang. Rabu 4 April 2018 dilakukan konferensi pers oleh PT Pertamina refery unit 5 Balikapan mengaku tumpahan
minyak berasal dari pipa bawah laut yang putus.
Dampak
yang ditimbulkan dari kejadian pencemaran minyak ini menarik banyak pihak untuk
mengkaji secara hukum terkait siapa yang harus di gugat atas kejadian ini.
Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia, Susi Pudjiati, menyebutkan kepada BBC
bahwa pelaku pencemaran Teluk Balikpapan harus mengganti kerugian yang di
tanggung oleh para nelayan dan para pemilik keramba kepiting. Banyak kepiting
yang langsung mati pada hari-hari pertama pasca tumpahan minyak meluber dan
kerugian setiap harinya seorang nelayan kehilangan penghasilan antara
Rp150.000-Rp200.000 karena tak melaut lantaran kematian massal sumber daya ikan
di Teluk Balikpapan. Kerugian itu tidak hanya akan dirasakan nelayan saat ini,
menurut Susi setidaknya butuh enam bulan hingga perairan itu kembali pulih.
Menurut Alan, ahli oseanografi IPB, tumpahan minyak yang
terjadi di Teluk Balikpapan dalam jumlah besar itu akan merusak ekosistem
secara meluas dan berlangsung lama. Tumpahan minyak mentah dapat membunuh biota
laut dari yang paling kecil sampai yang paling besar. Tumpahan minyak mentah
juga mengganggu ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Tumpahan
minyak yang menyebar di ekosistem mangrove masih bisa dibersihkan. Namun jika
mengenai ekosistem padang lamun dan terumbu karang, maka akan berakibat
kerusakan.
2.1.3. Pertanyaan dan Jawaban Permasalahan
Beberapa pertanyaan yang perlu untuk
dibahas yaitu sebagai berikut :
1)
Mengapa
minyak tidak larut dan bercampur dengan air laut saat terjadi pencemaran?
2)
Apa
yang menjadi manfaat pencemaran dari segi sosial?
3)
Bagaimana
pandangan mahasiswa terhadap banyaknya buangan sampah di perairan laut?
4)
Berapa
total tumpahan minyak di Teluk Balikpapan ?
5)
Jika
tumpahan minyak di Balikpapan dibandingkan dengan tumpahan minyak di luar
negeri misalnya di Teluk Meksiko, lebih besar mana total tumpahan minyaknya?
Jawaban :
1) Massa
jenis kedua zat cair ini berbeda, air memiliki letak partikel lebih renggang
serta memiliki gaya kohesi leebih kecil dari gaya adhesi sedangkan minyak
memiliki letak partikel lebih rapat dan lebih kuat gaya adhesinya sehingga
minyak lebih mempertahankan posisinya jika di tumpahkan akan membentuk
permukaan cembung.
2) Sebenarnya
tidak ada bentuk manfaat dari tumpahan minyak yang terjadi di suatu perairan,
karena apabila bahan pencemar sudah masuk ke suatu perairan maka dampak
negative yang ditimbulkan lebih dominan.
3)
Persoalan
mengenai buangan sampah di laut telah menimbulkan persoalan yang komplek dimana
hal ini dapat meningkatkan pencemaran plastik dilaut yang dapat mengancam
keanekaragaman kehidupan laut melalui cara terbelit/terjerat, termakan atau
terkontaminasi. Untuk mengatasi hal ini tentu perlu peranan penting dari
pemerintah dan Masyarakat sekitar untuk melakukan berbagai strategi antara lain
meningkatkan kesadaran akan pentingnya membuang sampah, pengelolaan sampah
plastik untuk dijadikan berbagai kerajinan tangan, serta perlu adanya penegakan
hukum dari pemerintah untuk memberikan efek jera terhadap masyarakat yang
membuang sampah sembarangan.
4)
Putusnya
pipa bawah laut Pertamina menyebabkan kawasan Teluk Balikpapn tercemar. Dari
hasil penelitian diperkirakan ada 44 ribu barel minyak mentah atau sekitar
6.995.441 liter yang tumpah ke perairan Teluk Balikpapan tersebut.
5)
Jika
dibandingkan dengan tumpahan minyak di Teluk Balikpapan dan Teluk Mexico tentu
lebih jauh lebih besar di Teluk Mexico. Hal ini dikarena Tumpahan Minyak di
mexico terjadi cukup lama yang menyebabkan tumpahan minyak semakin banyak pula
dan tumpahan minyak tersebut dianggap tumpahan luar pantai terbesar dalam
sejarah A.S dan antara tumpahan minyak terbesar di dunia. Dari data yang
didapat total tumpahan minyak di Teluk Mexico adalah 100.000 Barel (4200000 U$
Galon) atau 16000 m3/hari. Dari hasil tersebut tentu dapat diketahui
bahwa Tumpahan minyak di Teluk Mexico jauh lebih besar disbandingkan Tumpahan
Minyak di Teluk Balikpapan. Berbeda lagi dengan tumpahan minyak Montara di laut
timor yang terjadi pada tanggal 21 agustus 2009 dan berlangsung selama 74 hari.
Tumpahan minyak ini terjadi karena adanya ledakan anjungan sumur minyak
Montara. Sebaran minyak yang tumpah diperkirakan menyebar seluas 10.842.81 km2
yang terbawa oleh angin, arus dan pasang surut.
2.2.
Kesetimbangan CO2 di Lautan
Laut
mengandung sekitar 36.000 gigaton
karbon, di mana sebagian besar dalam bentuk ion bikarbonat. Karbon anorganik
yaitu senyawa karbon tanpa ikatan karbon-karbon atau karbon-hidrogen adalah
penting dalam reaksinya di dalam air. Pertukaran karbon ini menjadi penting
dalam mengontrol pH di
laut dan juga dapat berubah sebagai sumber (source) atau lubuk (sink)
karbon. Karbon siap untuk saling dipertukarkan antara atmosfer dan lautan. Pada
daerah upwelling, karbon dilepaskan ke atmosfer.
Sebaliknya, pada daerah downwelling
karbon (CO2) berpindah dari atmosfer ke lautan. Karbon masuk dari
atmosfer ke lautan dengan cara difusi.
Pada ekosistem air, pertukaran CO2
di air dengan di atmosfer berjalan secara tidak langsung. CO2
berikatan dengan air membentuk asam karbonat yang akan terurai menjadi ion
bikarbonat. Bikarbonat adalah sumber karbon bagi alga yang memproduksi makanan
untuk diri mereka sendiri dan organisme heterotrof lain. Begitu pula
sebaliknya, saat organisme air berespirasi CO2 yang mereka keluarkan
menjadi bikarbonat.
Proses timbal balik fotosintesis dan
respirasi makhluk hidup merupakan sumber utama CO2. Tinggi rendahnya
kadar CO2 dan O2 di atmosfer secara berkala disebabkan
oleh penurunan aktivitas fotosintesis. Semakin banyak populasi manusia dan
hewan, maka kadar CO2 dalam udara semakin meningkat. Untuk menjaga
keseimbangan kadar CO2 dan O2 maka harus diimbangi dengan
penanaman tumbuh-tumbuhan sebagai penghasil O2.
Faktor-faktor
yang memengaruhi distribusi CO2 dalam air laut antara lain yaitu pH,
alkaninitas, CO2 total (∑ CO2) dan tekanan parsial CO2.
pH dalam
permukaan air laut dalam keadaan setimbang dengan atmosfir adalah berkisar
antara 8,2 ± 0,1. Penurunan pH minimum terjadi pada malam hari (proses respirasi oleh
organisme yang menghasilkan CO2) dan meningkat pada siang hari
ketika fotosintesis berlangsung, di mana CO2 dimanfaatkan hingga
konsentrasinya menurun. pH dapat berfungsi sebagai penyangga atau untuk
membatasi perubahan pH air laut. Pada perairan terbuka sistem penyangga
berjalan sangat efektif di mana angka pH air laut terbatas pada range 7.5 –
8.4. Sistem yang dinamis ini berfungsi sebagai tempat
penampungan kritis bagi CO2 yang diakumulasi dari udara dan sebagai
akibat dari aktivitas manusia di daratan.
Alkalinitas dipengaruhi salinitas dan kelarutan CaCO3. Perubahan lintang akan mempengaruhi total karbon
dioksida (SCO2). Untuk
pertukaran yang berlangsung dengan cepat PCO2 di air dan di
udara hampir sama sedangkan jumlah CO2 lebih tinggi di daerah kutub. Level total CO2 dan PCO2 di permukaan air berhubungan
dengan pertukaran antara CO2 di udara dan CO2 di
perairan. Pertukaran yang berlangsung lambat menyebabkan PCO2 di perairan lebih besar dibandingkan dengan angka
di atmosfer yang terdapat di dekat equator dan rendah di perairan kutub.
Distribusi
tekanan parsial karbon dioksida (PCO2)
dipengaruhi oleh perubahan temperatur musiman, percampuran air dan siklus
biologi di dalam lapisan permukaan laut. Variasi spasial distribusi tekanan
parsial karbon dioksida relatif besar pada air permukaan lautan dunia. Nilai
tekanan parsial karbon dioksida yang tinggi ditemukan di daerah khatulistiwa,
Samudra Pasifik dan untuk suatu daerah yang sedikit lebih luas di Samudra
Atlantik, di mana upwelling air yang
kaya dengan CO2 dan air permukaan yang hangat meningkatkan tekanan
parsial karbon dioksida. Nilai rendah ditemukan pada gyres daerah subtropik dan kutub, di mana air permukaan yang dingin
dan aktivitas biologi telah menurunkan tekanan parsial karbon dioksida, kecuali
di daerah yang ditemukan di area upwelling.
Variasi tekanan parsial karbon dioksida di lautan bagian atas
terutama dipengaruhi oleh dua faktor yaitu produksi utama biologi dan perubahan
temperatur. Pada produksi
utama biologi, pengambilan fotosintesis atau penurunan CO2 terjadi pada
musim semi dan musim panas, diiikuti dengan regenerasi pada musim dingin.
Sedangkan, perubahan temperatur mempengaruhi daya larut gas dalam air laut
menyebabkan nilai perpindahan dengan atmosfer secara relatif rendah, pemanasan
dan pendinginan samudra mengakibatkan gradien tekanan parsial karbon dioksida
besar. Perubahan PCO2
dipermukaan perairan disebabkan oleh pengurangan akibat fotosintesis,
pembentukan CaCO3,
pemanasan global dan penambahan oksidasi oleh tumbuhan, penguraian CaCO3 dan peningkatan CO2 di atmosfer akibat pembakaran
fosil.
Siklus CO2
dalam lautan diatur oleh satu rangkaian kesetimbangan. CO2 di
atmosfer sebanding dengan yang berada pada air laut, perpindahannya melintasi
interface udara-laut.
CO2 (gas) → CO2 (terlarut) (Persamaan 1)
Pada saat CO2 memasuki lautan,
asam karbonat terbentuk.
CO2 +
H2O ⇌ H2CO3 (Persamaan 2)
Reaksi ini
memiliki sifat dua arah, mencapai sebuah kesetimbangan kimia. Reaksi lainnya
yang penting dalam mengontrol nilai pH lautan adalah pelepasan ion hidrogen dan
bikarbonat. Reaksi ini mengontrol perubahan yang besar pada pH. Asam karbonat
mengalami penguraian yang sangat cepat dan membentuk ion bikarbonat dan ion
karbonat.
H2CO3 ⇌ H+ +
HCO3− (ion
bikarbonat) (Persamaan 3)
HCO3- ⇌ H+ +
CO32- (ion
karbonat) (Persamaan 4)
Gas karbon dioksida lebih larut
dalam air dingin dibandingkan dengan air hangat. Kelarutan gas meningkat
terhadap tekanan. Karbon muncul dalam berbagai bentuk antara lain yaitu CO2,
H2CO3, HCO3-, CO32-
dan juga gabungan karbon dalam molekul organik (yang jumlahnya sangat sedikit).
Secara kuantitatif, HCO3- dan CO32-
merupakan spesimen terpenting. Reaksi yang terjadi pada Persamaan 4 terjadi
dengan cepat dan air laut dianggap mengandung campuran tiga ion yang dalam
kesetimbangan. Sejumlah besar ion bikarbonat dan karbonat dalam air laut tidak
diperoleh langsung dari atmosfer tetapi dari aliran sungai ke laut, pengaruh
cuaca terhadap batuan oleh asam karbonat dan hujan asam.
2.2.1.
Siklus Karbon
Karbon
merupakan unsur yang membentuk dasar semua kehidupan. CO2 dihasilkan
oleh hampir seluruh makhluk hidup yang mengalami proses respirasi seperti
manusia, hewan, tumbuhan bahkan mikroorganisme, selain itu juga dihasilkan dari
hasil pembakaran bahan bakar fosil. Siklus karbon adalah siklus biogeokimia dimana
karbon dipertukarkan antara biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer bumi. Dalam
siklus ini terdapat empat reservoir karbon utama yang dihubungkan oleh jalur
pertukaran. Reservoir-reservoir tersebut adalah atmosfer, biosfer teresterial
(termasuk freshwater system dan material non-hayati organik
seperti karbon tanah (soil carbon)), lautan (termasuk karbon terlarut dan
biota laut hayati maupun non-hayati) dan sedimen (termasuk bahan bakar fosil). Pergerakan tahunan karbon, pertukaran karbon antar reservoir,
terjadi karena proses-proses kimia, fisika, geologi, dan biologi yang bermacam-macam.
Lautan mengadung kolam aktif karbon terbesar dekat permukaan bumi, namun
demikian laut dalam bagian
dari kolam ini mengalami pertukaran yang lambat dengan atmosfer.
Gas
utama di atmosfer ada empat yaitu nitrogen, oksigen, argon dan karbon dioksida.
Konsentrasi gas tersebut di air dalam kesetimbangan dengan tekanan parsial di
atmosfer. Karbon dioksida merupakan gas yang paling mudah larut dibandingkan
dengan gas utama yang lainnya, namun konsentrasinya dalam air laut sangat
kecil. Hampir semua karbon dioksida dalam air laut menyatu dengan air sebagai
asam karbonik dan produk disosiasi. Siklus karbon (C)
dalam ekosistem adalah proses pemanfaatan CO2 di udara untuk
keperluan fotosintesis tumbuhan dan pembentukan CO2 kembali sebagai
hasil dari proses respirasi makhluk hidup. CO2 atau karbon dioksida
merupakan gabungan dari satu molekul karbon dan 2 molekul oksigen. CO2
merupakan gas penyusun atmosfer yang ditemukan dalam jumlah sedikit yaitu
sekitar 0,03%. Kadar CO2 di atmosfer berbanding terbalik dengan
banyaknya tumbuhan hijau yang ada disekitarnya. Hal ini disebabkan karena CO2
merupakan komponen utama dalam proses fotosintesis tumbuhan.
Siklus karbon diawali dengan pembentukan
karbon (CO2) di udara. CO2 dapat terbentuk karena 2 hal
yaitu aktivitas organisme dan aktivitas alam. Aktivitas organisme termasuk
respirasi, dekomposisi makhluk hidup yang mati, pembakaran batu bara, asap
pabrik dan lain-lain, serta aktivitas alam seperti erupsi vulkanis. Semua
aktivitas tersebut merupakan sumber CO2 di alam ini. Akan tetapi terlalu
banyak kandungan CO2 di udara akan menyebabkan efek rumah kaca.
CO2 di udara kemudian dimanfaatkan oleh
tumbuhan untuk proses fotosintesis. Hasil akhir proses fotosintesis adalah
senyawa organik berupa oksigen dan glukosa. Oksigen yang dihasilkan kemudian
digunakan oleh makhluk hidup terutama manusia dan hewan untuk bernafas. Proses
pernafasan ini menghasilkan H2O dan CO2. CO2
tersebut kemudian dimanfaatkan oleh tumbuhan kembali dan begitu seterusnya.
Sedangkan glukosa hasil dari fotosintesis merupakan sumber energi bagi tumbuhan
untuk pertumbuhannya. Kemudian, senyawa organik dari tumbuhan ini digunakan
oleh makhluk hidup lainnya (manusia dan hewan) melalui rantai makanan. Selain
sebagai sumber energi, senyawa organik tersebut sebagian disimpan dalam tubuh
organisme. Senyawa organik pada tumbuhan banyak terkandung dalam batang. Adapun
pada manusia dan hewan, bahan organik banyak terdapat pada bagian tulang. Jika
organisme mati, senyawa karbon akan diuraikan dan diendapkan menjadi batuan
karbonat dan kapur. Jika tersimpan dalam perut bumi dalam jangka waktu yang
sangat lama, senyawa karbon sisa organisme mati dapat menghasilkan bahan bakar
fosil (minyak bumi). Akhirnya oleh kegiatan manusia bahan bakar fosil tersebut
kembali membebaskan CO2 ke udara.
2.2.2. Pengaruh Pencemaran Minyak terhadap
Kesetimbangan CO2
Lautan telah menyerap sampai
setengah dari kelebihan CO2
di bumi, yang telah mengakibatkan
perubahan kimia dalam permukaan air laut. CO2 dalam air, yang
mengarah pada pembentukan asam karbonat, menyebabkan permukaan lautan pH turun
sebesar 0,1 unit, dan diproyeksikan turun lagi pH 0,3-0,4 unit pada akhir abad
ini. Pergeseran zat-zat kimiawi dalam lautan tidak hanya meningkatkan keasaman,
tapi mengurangi ketersediaan ion karbonat, yang banyak makhluk gunakan untuk
membangun kerang dan kerangka dari kalsium karbonat.
Penurunan
ketersediaan ion karbonat memberikan arti bahwa organisme, seperti plankton,
karang dan moluska, berjuang untuk membangun atau memelihara struktur pelindung
atau pendukung mereka. Nilai pH di
lautan samudera dunia tidak mempunyai nilai yang sama dan konsisten. Para
peneliti percaya bahwa daerah-daerah dengan pH relatif rendah, seperti bagian
timur samudera Pasifik, bisa menjadi hasil dari upwelling (pengangkatan massa air laut dalam), lebih dingin, lebih
kaya CO2 perairan. Akan tetapi, tidak ada daerah yang dapat
menghindar dari dampak turunnya nilai pH.
Terjadinya
pencemaran berupa tumpahan minyak ini menyebabkan siklus karbon terganggu.
Fitoplankton maupun alga yang melakukan fotosintesis akan kehilangan kemampuan
bahkan mati karena masalah ini yang menyebabkan karbon tidak terserap yang bisa
mengakibatkan global warming. pH
perairan juga akan berubah karena siklus karbon terhambat. Dengan terjadinya
hal ini mengakibatkan dampak buruk dari sisi manapun.
2.2.3.
Pertanyaan dan Jawaban Permasalahan
Beberapa pertanyaan yang perlu untuk dibahas yaitu
sebagai berikut :
1. Bagaimana
proses siklus CO2 di perairan yang terkena tumpahan minyak?
2. Bagaimana cara
menanggulangi tumpahan minyak di laut?
3. Apakah
fitoplankton atau alga yang berada di perairan yang tercemar tumpahan minyak
masih dapat melakukan kegiatan fotosintesis yang berhubungan dengan siklus
karbon?
Jawab:
2. Cara
menanggulangi tumpahan minyak di laut ada beberapa cara yaitu pembakaran
langsung, penyisihan minyak, bioremediasi dan menggunakan dispersan kimiawi.
Pembakaran langsung dilakukan di permukaan perairan yang terkena tumpahan
minyak, tetapi hal ini menyebabkan dampak negatif yaitu asap pembakaran.
Penyisihan minyak dilakukan melalui dua cara yaitu dengan melokalisir minyak
terlebih dahulu lalu memindahkan minyak ke dalam wadah tertentu seperti tangki.
Bioremediasi dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu bioaugmentasi dan
biostimulasi. Bioaugmentasi adalah teknik menebarkan mikroba ketika terjadi
pencemaran minyak. Sedangkan teknik biostimulasi menggunakan "pupuk"
mineral untuk menumbuhkan mikroba di lingkungan yang tercemar. "Sehingga
mikroba yang tumbuh itu siap menguraikan minyak menjadi senyawa yang lebih
ramah lingkungan. Dan itu yang paling banyak direkomendasikan. Bakteri tertentu
dinyatakan dominan dan relatif memiliki kemampuan mendegradasi minyak yang
signifikan (tinggi), yaitu Marinobacter,
Oceanobacter, Alcanivorax, Thalassospira,
Stappia, Bacillus, Novospingobium,
Pseudomonas, Spingobium, dan Rhodobacter.
Menggunakan dispersan kimia cara kerjanya hampir sama dengan biomediasi hanya
saja cara ini menggunakan bahan kimia.
3. Fitoplankton
atau alga yang berada di perairan yang tercemar tumpahan minyak masih
memungkinkan dapat melakukan kegiatan fotosintesis jika tumpahan minyak pada
perairan tersebut tidak terlalu banyak dan hanya sedikit fitoplankton maupun
alga yang dapat bertahan dalam kondisi ini. Hal ini juga dipengaruhi terhadap
adanya daya adaptasi terhadap fitoplankton atau alga tersebut.
2.3. Senyawa Utama Air Laut
Senyawa-senyawa kimia yang terkandung di dalam air
laut adalah sebagai berikut :
1. Klorida
Klorida banyak ditemukan di alam,
hal ini di karenakan sifatnya yang mudah larut. Kandungan klorida di alam
berkisar <1 mg/l sampai dengan beberapa ribu mg/l di dalam air laut. Air buangan
industri kebanyakan menaikkan kandungan klorida demikian juga manusia dan hewan
membuang material klorida dan nitrogen yang tinggi. Kadar Cl- dalam
air dibatasi oleh standar untuk berbagai pemanfaatan yaitu air minum, irigasi
dan konstruksi.
2. Kalium
Dalam air laut,
jumlah kalium jauh lebih sedikit daripada jumlah Natrium, tetapi di dalam
batuan endapan jumlah Kalium lebih banyak dibandingkan jumlah Natrium. Bukti
tertentu menjelaskan bahwa sel-sel kehidupan bertanggung jawab terhadap
pengambilan Kalium dari laut dalam jumlah besar. Organisme-organisme laut
mengabsorpsi Kalium ke dalam sel-sel tubuh mereka. Apabila organisme-organisme
ini mati, mereka akan menyatu dengan batuan-batuan di dasar laut bersama
Kaliumnya.
3. Fosfat
Fosfat merupakan
bahan makanan utama yang digunakan oleh semua organisme untuk pertumbuhan dan
sumber energi. Fosfat di dalam air laut, berada dalam bentuk senyawa organic
dan anorganik. Dalam bentuk senyawa organic, fosfat dapat berupa gula fosfat
dan hasil oksidasinya, nukloeprotein dan fosfo protein. Sedangkan dalam bentuk
senyawa anorganik meliputi ortofosfat dan polifosfat. Senyawa anorganik fosfat
dalam air laut pada umumnya berada dalam bentuk ion (orto) asam fosfat (H3PO4),
dimana 10% sebagai ion fosfat dan 90% dalam bentuk HPO42-,
fosfat merupakan unsur yang penting dalam pembentukkan protein dan membantu
proses metabolism sel suatu organisme.
Sumber fosfat
diperairn laut pada wilayah pesisir dan paparan benua adalah sungai. Karena
sungai membawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat daratan lainnya, sehingga
sumber fosfat dimuara sungai lebih besar dari sekitarnya. Keberadaan fosfat di
dalam air akan terurai menjadi senyawa ionisasi. Fosfat dalam air laut
berbentuk ion fosfat. Ion fosfat dibutuhkan pada proses fotosintesis dan proses
lainnya dalam tumbuhan (bentuk ATP dan Nukleotid koenzim). Penyerapan daro
fosfat dapat berlangsung terus walaupun dalam keadaan gelap. Ortofosfat (H3PO4)
adalah bentuk fosfat anorganik yang paling banyak terdapat dalam siklus fosfat.
Distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di air laut dipengaruhi oleh proses
biologi dan fisik. Dipermukaan air, fosfat diangkut oleh fitoplankton sejak
proses fotosintesis.
4. Nitrogen
Nitrogen dalam air
terjadi dalam berbagai bentuk senyawa. Nitrogen yang terbanyak dalam bentuk
N-molekuler (N2) yang berlipat ganda jumlahnya daripada nitrit (NO2)
atau nitrat (NO3), tetapi tidak dalam bentuk yang berguna bagi jasad
hidup.
Nitrogen memegang
peranan kritis dalam siklus organik dalam menghasilkan asam-asam amino yang membuat
protein. Dalam siklus nitrogen, tumbuh-umbuhan menyerap N-anorganik dalam salah
satu gabungan atau sebagai nitrogen molekuler. Sebaran menegak dari
bentuk-bentuk gabungan nitrogen berbeda di laut. Nitrat terbanyak terdapat di
lapisan permukaan, ammonium tersebar secara seragam dan nitrit terpusat dekat
termoklin. Interaksi-interaksi antara berbagai tingkat nitrogen organic dan
bakteri sedemikian rupa sehingga pada saat nitrogen diubah menjadi berbagai
senyawa anorganik, zat-zat ini sudah tenggelam di bawah termoklin. Hal ini
menimbulkan masalah bagi penyediaan nitrogen karena termoklin merupakan
penghalang bagi migrai menegak unsur-unsur ini dan kenyataanya persediaan
nitrogen akan menjadi factor pembatas bagi produktivitas di laut.
2.3.1.
Senyawa yang Terdapat dalam Minyak
Senyawa-senyawa kimia penyusun minyak adalah
sebagai berikut.
1.
Sulfur (Belerang)
Minyak mentah mempunyai kandungan
belerang yang lebih tinggi. Keberadaan belerang dalam minyak bumi sering banyak
menimbulkan akibat, misalnya dalam gasoline dapat menyebabkan korosi (khususnya
dalam keadaan dingin atau basah), karena terbentuknya asam yang dihasilkan dari
oksida sulfur (sebagai hasil pembakaran gasoline dan air.
2.
Oksigen
Oksigen dapat terbentuk karena kontak yang
cukup lama antara minyak bumi deengan atmosfir udara. Kandungan total oksigen
dalam minyak bumi adalah antara 0,05 – 1,5% dan menaik dengan naiknya titik
didih fraksi. Kadungan oksigen bisa menaik apabila produk itu terlalu lama
berhubungan dengan udara. Senyawa yang terbentuk dapat berupa: alcohol, keton
eter, dll, sehingga dapat menimbulkan sifat asam pada minyak bumi. Oksigen
dapat meningkatkan titik didih bahan bakar.
3.
Nitrogen
Umumnya kandungan nitrogen dalam
minyak bumi sangat rendah, yaitu 0,1-2%. Kandungan tertinggi terdapat pada tipe
asphalitik. Nitrogrn mempunyai sifat racun terhadap katalis dan dapat membentuk
gum (getah) pada fuel oil. Kandungan
nitrogen terbanyak terdapat pada fraksi titik didih tinggi.
4.
Unsur-unsur Logam
Logam-logam seperti besi, tembaga, terutama
nikel dan vanadium pada proses catalytic cracking mempengaruhi aktifitas
katalis, sebab dapat menurunkan produk gasoline, menghasikan banyak gas, dan
pembentukan coke. Pada power generator temperature tinggi, misalnya oil-fired gas turbine, adanya konstituen logam terutama vanadium dapat membenatuk
kerak pada rotor turbine. Abu yang dihasilkan dari pembakaran fuel yang mengandung natrium dan
terutama vanadium dapat bereaksi dengan refactory
furnace (bata tahan api), menyebabkan turunnya titik lebur campuran
sehinnga merusakkan refactory itu.
2.3.2.
Dampak
Tumpahan Minyak Terhadap Senyawa Air Laut
Senyawa
hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi berupa benzene, touleuna, ethylbenzene dan isomer xylene, dikenal
sebagai BTEX, merupakan komponen utama dalam minyak bumi, bersifat mutagenic, dan karisogenik pada manusia. Senyawa ini bersifat rekalsitran, yang
artinya sulit mengalami perombakan di alam, baik di air maupun didarat,
sehingga ini akan mengalami proses biomagnetion pada ikan ataupun pada biota
laut lain. Bila senyawa aromatic tersebut masuk ke dalam darah, akan diserap
oleh jaringan lemak dan akan mengalami oksidasi dalam hati membentuk phenol,
kemudian pada proses berikutnya terjadi reaksi konjugasi memebentuk senyawa glucuride yang larut dalam air, kemudian
masuk ke ginjal.
Ketika
minyak masuk ke lingkungan laut, maka minyak tersebut segera akan mengalami
perubahan secara fisik dan kimia. Diantara proses tersebut adalah membentuk
lapisan (slick formation), menyebar (dissolution), menguap (evaporation), polimerasi (polymerization), emulsifikasi (emulsification), fotooksida, niodegrasi
mikroba, sedimentasi, dicerna oleh plankton dan bentukan gumpalan. Hampir semua
tumpahan minyak di lingkungan laut dapat dengan segera membentuk sebuah lapisan
tipis di permukaan. Hal ini dikarenakan minyak tersebut digerakan oleh
pergerakan angina, gelombang dan arus, selain gaya gravitas dan tegangan
permukaan. Beberapa hidrokarbon minyak bersifat mudah menguap, dan cepat
menguap. Proses penyebaran minyak akan menyebarkan lapisan menjadi tipis serta
tingkat penguapan meningkat.
Hilangnya
sebagian material yang mudah menguap tersebut membuat minyak lebih padat/berat
dan membuatnya tenggelam. Komponen hidrokarbon yang terlarut dalam air laut,
akan membuat lapisan lebih tebal dan melekat, dan turbulensi air akan
menyebabkan emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Ketika semua
terjadi, reaksi fotokimia dapat mengubah karakter minyak dan akan terjadi
biodegradasi oleh mikroba yang akan mengurangi jumlah minyak.
Proses pembentukan
lapisan minyak yang begitu cepat, ditambah dengan penguapan komponen dan
penyebaran komponen hidrokarbon akan mengurangi volume tumpahan ebanyak 50%
selama beberapa hari sejak pertama kali minyak tersebut tumpah. Produk kilang
minyak, seperti gasoline atau kerosin hamper semua lenyap, senbaliknya minyak
mentah dengan viskositas yang tinggi hanya mengalami pengurangan kurang dari
25%. Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung yang
menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan
terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan
batuan-batuan di pantai. Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh
pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota laut, terutama
pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan, dengan sendirinya dapat menurunkan
reproduksi ikan. Proses emulsifikasi merupakan sumber mortalitas bagi
organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio karena pada
tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar.
2.3.3. Pertanyaan
dan Jawaban Permasalahan
Beberapa pertanyaan yang perlu untuk
dibahas adalah sebagai berikut :
1.
Darimanakah
asal-usul senyawa air laut?
2.
Ketika
proses penyebaran minyak menyebabkan lapisan menjadi tipis, maka proses
penguapan menjadi meningkat. Mengapa proses penguapan menjadi meningkat?
3.
Jelaskan
hubungan komposisi ion yang terkait dengan tumpahan minyak?
4.
Bagaimana
pengaruh atau dampak dari pembakaran kapal didaerah tumpahan minyak?
Jawaban:
1. Senyawa kimia
terlarut dalam air laut di bedakan menjadi 2 yaitu, Aloton dimana sumber elemen
berasal dari luar sistem yang masuk kedalam air laut, Autoton dimana sumber
senyawa berasal dari dalam perairan laut itu sendiri.
2. Proses
penguapan menjadi meningkat karena lapisan minyak yang tipis membuat senyawa
hidrokarbon menjadi cepat menguap. Senyawa hidrokarbon yang sebagaimana
diketahui mudah menguap merupakan komponen utama minyak.
3. Sebagaimana
diketahui bahwa ion mudah sekali berikatan dengan senyawa lain, oleh karena itu
saat tumpahan minyak bercampur dengan air laut ion-ion akan saling mengikat
dengan senyawa hidrokarbon dan membentuk senyawa yang lainnya.
4. Pembakaran
kapal didaerah tumpahan minyak bertujuan untuk menghentikan penyebar luasan
tumpahan minyak, namun tindakan ini tidak bersahabat terhadap lingkungan dimana
salah satu efek yang terjadi adalah berkurangnya DO pada perairan tersebut.
2.4. Mikronutrien
2.4.1.
Definisi Elemen
Elemen
adalah unsur, materi atau bahan dasar yang menyusun seluruh benda di alam
semesta. Elemen ini tersusun dari atom-atom yang berasal dari elemen yang sama
secara kimiawi dan memiliki sifat yang identik. Hingga saat ini telah dikenal sekitar
116 elemen atau unsur. Elemen (organik dan anorganik) terbagi menjadi 3 kelompok
berdasarkan rata-rata konsentrasinya di alam, yaitu:
1. Elemen
makro (0,05 – 750 mM) (Na, Cl, Mg)
2. Elemen
mikro (0,05 – 50 μM) (P dan N)
3. Elemen
trace atau kelumit (0,05 -50 nM) (Pb,
Hg, Cd)
2.4.2.
Elemen di Laut
Komposisi
air laut yang konstan tetap dipertahankan karena kebanyakan unsur utama menunjukkan
sifat konservatif, yaitu konsentrasi di air laut tidak mengalami perubahan yang
berarti akibat reaksi biologi dan kimia di laut. Namun, secara umum di dalam
air laut terdapat sejumlah unsur yang dominan (bagian mayoritas) dan unsur
pelengkap (bagian minoritas).
2.4.3.
Penyebaran (Variasi Musiman)
a.
Nitrogen (2.400 ton/mil³ air laut)
Variasi musiman dari nitrit, nitrat
dan ammonia terjadi pada lapisan permukaan laut sebagai hasil dari aktifitas
biologi. Perubahan konsentrasi Nitrogen secara musiman sebagian besar terjadi
di perairan dangkal daerah lintang sedang atau lintang tinggi. Saat musim semi,
terjadi peningkatan intesitas cahaya dan durasi (lama penyinaran) yang
menyebabkan peningkatan populasi fitoplankton. Hal ini menimbulkan perpindahan Nitrogen
anorganik terlarut dari daerah eufotik. Populasi fitoplankton kemudian dimangsa
oleh zooplankton dan ikan. Nitrogen kemudian dikembalikan ke perairan dalam
bentuk excrete (kotoran), urine
(amoniak dan urea) atau partikel feses yang akan didekomposisi oleh bakteri
sebelum dikembalikan ke perairan. Pada musim semi, proses percampuran vertikal
(vertical mixing) memiliki
konstribusi mengangkat nutrien dari perairan bawah ke zona eufotik. Akibatnya
populasi fitoplankton bertambah dengan cepat dan mulai menurun saat terbentuk
zona termoklin yang menghalangi suplai Nitrogen ke lapisan permukaan. Nutrien
yang dominan pada waktu ini adalah amoniak yang diekskresikan oleh Zooplankton
dan selanjutnya dimanfaatkan oleh algae dalam proses fotosintesis.
Pada
beberapa lokasi, terjadi penurunan konsentrasi Nitrogen terlarut hingga mencapai
taraf yang dapat mematikan organisme. Ekskresi Nitrogen oleh zooplankton mencapai
tingkat maksimum saat populasi fitoplankton jarang. Hal ini terjadi karena
kemungkinan pemanfaatan protein sebagai sumber energi menurun saat makanan
(fitoplankton) berlimpah. Saat organisme mati atau dikonsumsi dan dikeluarkan
dalam bentuk feses oleh zooplankton, maka bakteri akan melakukan regenerasi
Nitrogen. Regenerasi nitrat seringkali menyebabkan blooming algae pada akhir
musim panas. Konsentrasi nitrat akan meningkat hingga mencapai titik maksimum
pada musim gugur dan kemudian menurun. Nitrifikasi akan selesai saat bulan Januari
saat permukaan mendingin dan badai membongkar lapisan termoklin, menyebabkan
nirat dapat terdistribusi kembali ke kolom air dan dasar perairan. Kondisi yang
berbeda terjadi pada daerah perairan yang memiliki up-welling yang membawa
nutrient dari perairan bawah ke lapisan permukaan. Kondisi perairan di daerah up-welling sangat subur dan mendukung
kehidupan fitoplankton yang melimpah. Dengan demikian nutrien bukan merupakan
faktor pembatas di daerah ini.
Perubahan
konsentrasi nutrien di lautan terbuka yang jauh dari daratan juga dipengaruhi
oleh produktifitas fitoplankton dan hanya terbatas di lapisan permukaan. Namun,
proses regenerative terjadi di seluruh kolom perairan. Organisme mati dan
detritus organik akan diuraikan oleh bakteri saat tenggelam dari permukaan air.
Partikel organik akan tenggelam dengan lambat karena ukuran partikel mengalami
penyusutan dan densitas air laut yang lebih tinggi pada perairan yang lebih
dalam. Oksidasi partikel menyebabkan berpindahnya oksigen dari dalam air, demikian
pula dengan karbondioksida dan ion nitrat yang menjadi produk akhir dari
oksidasi senyawa organik akan terakumulasi di daerah perairan yang lebih dalam.
Konsentrasi nitrogen di seluruh samudera di dunia memiliki konsentrasi yang
konstan mulai dari kedalaman di daerah pertengahan hingga dasar perairan.
b.
Fosfor (330 ton/mil³ air laut)
Di perairan dangkal daerah variasi musiman
ditemukan fosfat dan konsentrasi fosfor organik terlarut. Pada musim dingin, sebagian
besar fosfor berada dalam bentuk orthofosfat. Namun, hal ini akan menurun
dengan cepat pada bulan maret saat fosfat digunakan oleh fitoplankton.
Zooplankton dan ikan akan memakan fitoplankton dan mengembalikan fosfat ke
dalam perairan melalui feses/buangan metabolisme dalam bentuk fosfat dan fosfor
organik terlarut. Pada bulan Mei-Juni, konsentrasi fosfat akan menurun di daerah
eufotik sehingga konsentrasi fosfor organik terlarut lebih dominan. Setelah
fitoplankton mengalami blooming, regenerasin fosfat dari fitoplankton, detritus
dan fosfor organik terlarut akan kembali meningkat dengan cepat.
c. Silika (14.000 ton/mil³ air laut)
Salah
satu organisme perairan yang mempunyai peranan penting adalah diatom. Diatom
merupakan produsen primer yang cukup melimpah dan diperlukan sebagai pakan
alami yang banyak ditemukan diperairan tawar maupun perairan laut. Diatom
merupakan kosmopolitan spesies yang terdistribusi secara luas di seluruh
lingkungan akuatik bahkan pada lingkungan darat yang terendam secara berkala
seperti permukaan batuan, beberapa jenis tumbuhan dan binatang.
Ciri khas diatom
ditunjukkan dengan adanya pahatan tertentu pada dinding selnya yang terdiri
dari silika, memiliki ketahanan yang tinggi terhadap tekanan lingkungan.
Silika
merupakan elemen yang dibutuhkan diatom terutama untuk pembentukan dinding
selnya. Silika ini diambil oleh diatom dalam bentuk yang terlarut dalam air,
yaitu sebagai Si(OH)4. Berbagai
jenis diatom memerlukan silika dalam jumlah yang berbeda-beda, akibatnya saat
terjadi variasi kandungan silika yang terlarut dalam air maka dapat terjadi
suksesi diatom, jadi perubahan kandungan silika merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan suksesi diatom. Silika terlarut di daerah perairan pantai
umumnya cukup tinggi karena efek “run-off” dari daratan. Pada musim semi,
ledakan populasi fitoplankton dengan cepat menyebabkan menurunnya konsentrasi
silikon. Regenerasi silikon akan dimulai kembali pada musim panas saat
pertumbuhan fitoplankton menjadi lambat dan terus berlanjut hingga mencapai
puncaknya pada awal musim dingin. Pada beberapa daerah, ledakan populasi fitoplankton
pada musim gugur dapat menyebabkan terhambatnya regenerasi silikon untuk
sementara waktu. Konsentrasi silika terlarut di permukaan laut umumnya rendah,
kecuali di daerah yang mengalami up-welling.
Pada lapisan yang lebih dalam, ditemukan peningkatan yang tajam dari
konsentrasi silikon. Pola distribusi silika berbeda dari satu samudera ke
samudera lainnya dan ditentukan oleh pola sirkulasi air dan oleh suplai silikon
terlarut dari Antartik dan dari diatom terlarut yang jatuh dari permukaan.
Proses absorbsi oleh organisme juga berpengaruh terhadap pola distribusi silika.
2.4.4. Kandungan
Mikronutrien di Laut
a. Nitrogen
Nitrat adalah sumber utama
nitrogen di perairan, namun amonium lebih disukai oleh tumbuhan. Kadar nitrat
di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari pada kadar amonium.
Kadar nitrat lebih dari 5 mg/liter menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik
yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrogen yang
lebih dari 0,2 mg/liter menggambarkan terjadinya eutrofikasi
perairan. Nitrat adalah bentuk nitrogen sebagai nutrien utama bagi
pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan
bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna di
perairan. Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik. Kadar
nitrit pada perairan relatif karena segera dioksidasi menjadi nitrat.
Perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/liter. Di perairan, nitrit
ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih sedikit dari pada nitrat,
karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Nitrit merupakan bentuk
peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas
nitrogen (denitrifikasi) yang terbentuk dalam kondisi anaerob.
b.
Fosfor
Konsentrasi
fosfat di atas 0,3 µm akan menyebabkan kecepatan pertumbuhan pada banyak
spesies fitoplankton. Untuk konsentrasi dibawah 0,3 µm ada bagian sel yang
cocok menghalangi dan sel fosfat kurang diproduksi. Variasi di perairan pantai
terjadi karena proses upwelling dan kelimpahan fitoplankton.
Pencampuran yang terjadi dipermukaan pada musim dingin dapat disebabkan oleh
bentuk linear di air dangkal. Saat suatu perairan mengalami pencemaran
akibat tumpahan minyak, maka akan menyebabkan pencampuran zat kimia berbahaya
kepada hewan-hewan dan tumbuhan-tumbuhan di perairan. Fosfat yang dapat
dibentuk karena proses pelapukan dan erosi atau dapat juga terbentuk dari
tumbuhan dan hewan sebagai fosfat organik akan terganggu siklus nya sehingga
dapat menyebabkan kadar fosfat di perairan tersebut terganggu.
c. Silika
Sumber
silika pada lautan dunia melibatkan 3 jalur. Pertama adalah pelapukan kimia
dari sedimen dan diatom. Produksi silika dipengaruhi dari aliran sungai yng
membawa mineral lumpur dan serpihan-serpihan pelapukan batu. Asam silika masuk
dalam lautan baik secara langsung melalui aliran permukaan atau aliran dari
dasar perairan yang kemudian dibawa ke laut.
Keberadaan
silika pada perairan tidak menimbulkan masalah karena tidak bersifat toksik
bagi makhluk hidup. Sebagian organisme laut membangun kerangka tubuhnya dengan
mengambil asam silika yang ada di air laut, organisme itu seperti diatom, silika flagellata, dan radiolaria. Silika termasuk salah satu
unsur yang esensial bagi makhluk hidup. Diatom (Bacillariophyceae) membutuhkan silika untuk pembentukan frustule (dinding sel). Setelah
organisme ini mati biogenik dari silika yang terakumulasi dalam tubuhnya akan
larut dalam air laut. Porsi dari silika yang lolos dari pemisahan rangka dengan
bagian organ dari organisme tersebut baik di permukaan maupun di perairan dalam
akan mengalami reservoir yang nantinya akan mengendap ke bawah dan akhirnya
mencapai sedimen.
2.4.5. Pengaruh Pencemaran Minyak Terhadap
Mikronutrien di Laut
Komponen minyak tidak larut di dalam air akan
mengapung pada permukaan air laut yang menyebabkan air laut berwarna hitam.
Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai
deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai. Hal ini akan berdampak
terhadap kualitas air. Penetrasi cahaya menurun di bawah lapisan minyak. Proses
fotosintesis terhalang pada zona euphotik sehingga rantai makanan yang berawal
pada phytoplankton akan terputus.
Lapisan minyak juga menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi
kelarutan oksigen yang akhirnya sampai pada tingkat tidak cukup untuk mendukung
bentuk kehidupan laut yang aerob. Sehingga tingkat kesuburan perairan yang
mengalami pencemaran minyak akan menurun seiring dengan terputusnya rantai
makanan yang berawal dari phytoplankton yang
merupakan indikator suatu tingkat kesuburan perairan. Kandungan unsur-unsur
hara yang ada didalam air laut menjadi tidak dapat dimanfaatkan oleh makhluk
hidup yang berada di perairan tersebut karena sudah terkontaminasi oleh minyak.
2.4.6.
Pertanyaan dan Jawaban Permasalahan
Pertanyaan yang perlu untuk dibahas adalah sebagai
berikut :
1. Apakah ada
dampak positif yang dihasilkan dari tumpahan minyak di laut?
Jawaban :
1. Dampak positif yang dihasilkan dari
tumpahan minyak akan bergantung pada jenis minyak yang tumpah. Apabila minyak
yang tumpah merupakan jenis minyak mentah dengan komposisi bahan organik lebih
banyak dan belum tercampur dengan bahan tambahan lainnya maka tumpahan tersebut
akan dapat memberi dampak positif salah satunya ialah bertambahnya unsur hara
yang ada di laut, namun jika hal tersebut berlebihan tentu akan membuat dampak
positif menjadi berkurang bahkan hilang. Tumpahan minyak yang bukan berasal
dari minyak mentah akan memberikan lebih banyak dampak negatif salah satunya
seperti bercampurnya zat-zat kimia berbahaya ke kolom perairan sehingga membuat
kadar oksigen menurun dan akan berdampak pada kehidupan biota yang ada di
perairan.
2.5. Produktivitas Primer
Produktivitas primer adalah laju
pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa
anorganik. Jumlah seluruh bahan organik (biomassa) yang terbentuk dalam proses
produktivitas dinamakan produktivitas primer kotor atau produksi kotor.
Jumlah seluruh bahan organik yang terbentuk dalam proses
produktivitas dinamakan produksi primer kotor, atau produksi total. Karena
sebagian dari produksi total ini digunakan tumbuhan untuk kelangsungan
proses-proses hidup/respirasi. Produksi primer bersih adalah istilah yang
digunakan bagi jumlah sisa produksi primer kotor setelah sebagian digunakan untuk
respirasi. Produksi primer inilah yang tersedia bagi tingkatan-tingkatan trofik
lain.
Produksi primer kotor maupun bersih pada umumnya
dinyatakan dalam jumlah gram karbon (C) yang terikat per satuan luas atau
volume air laut per interval waktu. Jadi, produksi dapat dilaporkan sebagai
jumlah gram karbon per m2 per hari (gC/m2/hari), atau
satuan-satuan lain yang lebih tepat. Hasil tetap (Standing crop) yang
diterapkan pada tumbuhan ialah jumlah biomassa tumbuhan yang terdapat dalam
suatu volume air tertentu pada suatu saat tertentu. Di laut khususnya laut
terbuka, fitoplankton merupakan organisme autotrof utama yang menentukan
produktivitas primer perairan.
Produktivitas jumlah karbon yang terdapat di dalam
matenal hidup dan secara umum dinyatakan sebagai jumlah gram karbon yang
dihasilkan dalam satu meter kuadrat kolom air per hari (g C/m2/hari)
atau jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kubik per hari (g C/m3/hari).
Selain jumlah karbon yang dihasilkan tinggi rendahnya produktivitas primer
perairan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap biomassa fitoplankton
dan konsentrasi klorofil-a dimana kedua metode ini dapat diukur secara langsung
di lapangan.
Total produktivitas primer dikenal sebagai
produktivitas primer kotor /Gross Primary
Productivity (GPP). Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan sebagai
bahan organik pada tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang
tumbuh, karena organisme tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai
bahan bakar organik dalam respirasinya. Dalam sebuah ekosistem, produktivitas
primer menunjukkan simpanan energi kimia yang tersedia bagi konsumen. Pada
sebagian besar produsen primer, produktivitas primer bersih dapat mencapai 50%
– 90% dari produktivitas primer kotor. Dengan demikian, produktivitas primer
bersih/Net Primary Productivity (NPP)
sama dengan produktivitas primer kotor dikurangi energi yang digunakan oleh
produsen untuk respirasi (Rs):
NPP = GPP – Rs
Rasio NPP terhadap GPP umumnya lebih kecil bagi
produsen besar dengan struktur nonfotosintetik yang rumit, seperti pohon yang
mendukung sistem batang dan akar yang besar dan secara metabolik aktif.
Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energy persatuan luas persatuan
waktu (J/m2/tahun), atau sebagai biomassa (berat kering organik)
vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem persatuan luasan per satuan waktu (g/m2/tahun).
Namun demikian, produktivitas primer suatu ekosistem hendaknya tidak
dikelirukan dengan total biomassa dari autotrof fotosintetik yang terdapat pada
suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa tanaman tegakan (standing crop biomass).
2.5.1. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Produktivitas Primer
Terjadinya perbedaan produktivitas pada
berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam
setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas
bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan.
Produktivitas pada
ekosistem dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1.
Suhu atau Temperatur
Setiap
penelitian pada ekosistem akuatik, pengukuran suhu air merupakan mutlak
dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di air serta
semua aktifitas biologis fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat
dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan temperatur
sebesar 10 oC (hanya pada kisaran yang masih dapat ditolerir) akan
meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar
2-3 kali lipat. Pola temperatur suatu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air
dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh
vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi.
Berdasarkan
gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari wilayah
kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor
dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu
yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi
tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan
produktivitas.
Suhu
secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara
langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis,
sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis.
Sedangkan secara tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk
stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi
vertikal fitoplankton.
2.
Intensitas Cahaya
Matahari
Cahaya
matahari merupakan sumber energi primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran
yang sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energi
cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam
tubuhnya. Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih
lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan
berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas
primer.
Pada
ekosistem terrestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer
yang paling tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak
sinar matahari tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim
sedang. Sedangkan pada eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton
sangat tergantung pada ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan
maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan jika perairan berada pada
kondisi ketersediaan cahaya yang rendah.
Faktor
cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis
dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi
akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman
lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan
baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan
yang paling kuat yang mengalami pembiasan yang menyebabkan kolom air yang
jernih akan terlihat berwarna biru dari permukaan.
Pada
lapisan dasar, warna air akan berubah menjadi hijau kekuningan, karena
intensitas dari warna ini paling baik ditransmisi dalam air sampai ke lapisan
dasar. Kondisi optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya
matahari, juga dipengaruhi oleh berbagai substrat dan benda yang lain yang
terdapat di dalam air, misalnya oleh plankton dan humin yang terlarut dalam
air. Vegetasi yang ada disepanjang aliran air juga dapat mempengaruhi
intensitas cahaya yang masuk ke dalam air, karena tumbuh-tumbuhan tersebut juga
mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi cahaya matahari
3.
Air, Curah Hujan dan Kelembaban
Produktivitas
pada ekosistem terrestrial berkorelasi dengan ketersediaan air. Air merupakan
bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan
faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik. Secara kimiawi air berperan sebagai pelarut
universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrien yang dibutuhkan
oleh tumbuhan. Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air dalam
ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer
dalam bentuk uap.
Uap
di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi
antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun
menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan terutama pada hutan
hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas. Tingginya kelembaban pada
gilirannya akan meningkatkan produktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses
lain yang sangat dipengaruhi proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung
cepat yang menyebabkan lepasnya unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan.
Terjadinya petir dan badai selama hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang
terfiksasi di udara, dan turun ke bumi bersama air hujan. Namun demikian, air yang
jatuh sebagai hujan akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi vegetasi
rentan mengalami pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah.
4.
Nutrien
Tumbuhan
membutuhkan berbagai ragam nutrien anorganik, beberapa dalam jumlah yang
relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya
penting. Pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrien organik merupakan faktor
pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan
berhenti jika suatu nutrien spesifik atau nutrien tunggal tidak lagi terdapat
dalam jumlah yang mencukupi. Nutrien spesifik yang demikian disebut nutrien
pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor
merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2
kadang-kadang membatasi produktivitas.
Produktivitas
di laut umumnya terdapat paling besar diperairan dangkal dekat benua dan
disepanjang terumbu karang, di mana cahaya dan nutrien melimpah. Produktivitas
primer persatuan luas laut terbuka relativ rendah karena nutrien anorganik
khusunya nitrogen dan fosfor terbatas ketersediaannya dipermukaan. Di tempat
yang dalam di mana nutrien melimpah, namun cahaya tidak mencukupi untuk
fotosintesis. Sehingga fitoplankton, berada pada kondisi paling produktif ketika
arus yang naik ke atas membawa nitrogen dan fosfor kepermukaan.
5.
Tanah
Potensi
ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh
diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan
oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan
basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air
(H2O) akan membentuk asam karbonat (H2CO3) yang kemudian
akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen
bermuatan positif (H+).
Ion
hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah,
kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan
hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah. Hidrogen yang
dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan liat
silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang
terdapat dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih
dominan berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi
sumber pembentuk asam di tanah. Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui
hujan maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas organisme mikro yang
melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari
aktivitas penguraian serasah.
6.
Herbivora
Sekitar
10% dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag.
Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat. Namun demikian, akibat
yang ditimbulkan oleh herbivor pada produktivitas primer sangat sedikit sekali
diketahui. Bahkan hubungan antar herbivor dan produktivitas primer bersih
kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi
produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang
kemudian dapat menurun jika intensitasnya optimum. walaupun defoliasi pada individu pohon secara
menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh tingginya
keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon mengembangkan
alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang
jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora.
7.
DO (Dissolved Oxygen).
Disolved oxygen
(DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen
terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem
perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar
organisme air. Kelarutan oksigen sangat dipengaruhi terutama oleh faktor suhu.
Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu yaitu sebesar 14,16
mg/l O2. Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya
suhu air. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan
menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi
oksigen terlarut semakin tinggi.
Sumber
utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui
kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses fotosintesis.
Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologi organisme air terutama adalah
dalam proses respirasi. Nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami
fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh
perubahan temperatur juga dipengaruhi oleh aktifitas fotosintesis dari tumbuhan
yang menghasilkan oksigen. nilai DO yang berkisar antara 5,45-7,00 mg/l cukup
baik bagi proses kehidupan biota perairan. Nilai oksigen terlarut di perairan
sebaiknya berkisar antara 6-8 mg/l.
8.
BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Nilai
BOD (Biochemical Oxygen Demand)
menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam
proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada suhu 200 C Dari hasil
penelitian misalnya diketahui bahwa untuk menguraikan senyawa organik yang
terdapat di dalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme
membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari
dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran ini, sementara dari hasil
penelitian diketahui bahwa setelah pengukuran dilakukan selama 5 hari jumlah
senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70% maka pengukuran
yang umum dilakukan adalah pengukuran selama 5 hari (BOD5).
Nilai konsentrasi BOD menunjukan suatu kualitas
perairan yang masih tergolong baik dimana apabila konsumsi oksigen selama 5
hari berkisar sampai 5 mg/l oksigen maka perairan tersebut tergolong baik dan
apabila konsumsi oksigen berkisar antara 10 mg/l -20 mg/l oksigen akan
menunjukkan tingakat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air
limbah BOD umumnya lebih dari 100 mg/l. Pengukuran BOD didasarkan pada
kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya
terdapat substansi yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang
umumnya yang terdapat dalam limbah rumah tangga.
2.5.2. Hubungan Produktivitas Primer Terhadap Tumpahan
Minyak
Salah satu aktivitas manusia yang dapat mencemari
ekosistem laut adalah aktivitas minyak bumi lepas pantai. Aktivitas ini jika
tidak dilakukan dengan pengawasan dan perancanaan yang baik akan berakibat
fatal yaitu dapat menyebabkan tumpahnya minyak ke permukaan laut (oil spill). Walaupun minyak memiliki
peranan yang penting bagi perekonomian suatu negara, namun minyak dapat
mencemar dan merusak ekosistem jika tidak dikelola dengan baik. Tumpahan minyak
di laut akan menyebabkan kerugian, baik dilihat dari aspek ekonomi maupun
ekologi. Kerugian dari aspek ekonomi misalnya menyebabkan menurunnya hasil
tangkapan perikanan (ikan dan kerang-kerangan), produksi rumput laut, produksi
benih, kunjungan wisata yang berakibat menurunnya pendapatan masyarakat pesisir.
Dampak dari aspek ekologi yaitu: 1) Kerusakan hutan bakau, 2) kerusakan terumbu
karang dan padang lamun, 3) Kerusakan habitat pemijahan (spawning ground) dan pembesaran (nursery ground), 4) Kerusakan pantai, 5) Kerusakan dasar perairan
pantai (siltasi lumpur, pasir, batuan).
Berdasarkan
tinjauan ekologisnya, lapisan minyak dipermukaan air laut dapat menghambat
penetrasi cahaya matahari masuk ke dalam kolom perairan sehingga laju
fotosintesis akan tergangu dan berkurang yang meyebabkan penurunan
produktivitas primer perairan. Ketika produktivitas primer berkurang dalam
rantai makanan dilaut, maka makanan untuk konsumen tingkat satu akan berkurang
sehingga persaingan merebutkan makanan oleh organisme tingkat diatasnya
meningkat dan menyebabkan banyak kematian, yang akan terus belanjut hingga
konsumen tingkat atas.
Ketika minyak masuk ke lingkungan laut, maka minyak
tersebut dengan segera akan mengalami proses perubahan secara fisik dan kimia. Diantara
proses tersebut adalah terbentuknya lapisan (oil slick), tersebar (dissolution),
penguapan (evaporation), polimerasi (polymerization), emulsifikasi (emulsification), emulsi minyak dalam air
(oil in water emulsions), fotooksida,
biodegradasi mikroba, sedimentasi, dicerna oleh plankton, dan terbentuk
gumpalan. Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung
dan menyebabkan air laut berwarna hitam. Kecepatan penyebaran akan bergantung
pada kecepatan angin, arus laut dan jenis minyak. Selain itu penyebaran minyak
yang ada di perairan semakin bertambah luas disebabkan adanya proses difusi
minyak. Keberadaan minyak di perairan mengalami penurunan disebabkan oleh
terjadinya proses evaporasi dan dispersi minyak yang disebabkan oleh kondisi
lingkungan.
Jika arah sebaran minyak menuju pantai dan mengendap,
maka minyak akan terdegradasi dengan sendirinya di pantai dan berdampak negatif
bagi ekosistem pantai. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di
dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai.
Komponen hidrokarbon yang bersifat toksin dapat berpengaruh pada reproduksi,
perkembangan, pertumbuhan dan perilaku biota laut terutama pada plankton bahkan
dapat mematikan ikan dan organisme laut lainnya.
2.5.3.
Pertanyaan dan Jawaban Permasalahan
Beberapa pertanyaan yang perlu untuk
dibahas yaitu sebagai berikut :
1.
Bagaimana
proses produktivitas primer di perairan yang cuacanya ekstrim contonya di kutub
utara?
2.
Apa
arti treathmen dengan produktivitas primer serta hubungannya dengan kondisi
tumpahan minyak di Balikpapan ?
Jawaban :
1.
Proses
produktivitas primer pada perairan yang cuacanya lebih ekstrim memiliki
perbedaan yang dapat dibandingkan karena laju produksi makhluk hidup dalam
ekosistemnya. Contohnya seperti lingkungan perairan Indonesia yang terletak
didaerah kawasan tropis aka nada proses yang berbeda. Jika di daerah tropis
yang daerahnya tidak menutup kemungkinan akan hanya sedikit tingkat
produktivitas primer karena hanya sedikit cahaya matahari disana hanya akan ada
sedikit proses fotosintesis.
Fitoplankton
yang merupakan organisme autotrof utama yang menentukan produktivitas primer
perairan sangat bergantung pada proses fotosintesis. Untuk mengetahui tinggi
rendahnya juga bisa diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap biomassa
fitoplankton dan konsentrasi klorofil. Produktivitas primer juga dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor contohnya seperti suhu atau temperatur. Pada temperatur
suatu sistem akuatik yang dipengaruhi oleh faktor intensitas cahaya matahari,
terjadinya pertukaran panas antara air dan udara. Berdasarkan gradasi suhu
rata-rata tahunan produktivitas akan meningkat dari wilayah kutub ke ekuator.
Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas dan
berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintesis misalnya
suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat
mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.
2. Treathmen
memiliki arti masa pemulihan atau biasa dijelaskan sebagai tahap perbaikan atau
pengobatan jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan Treathmen dengan tumpahan
minyak di Balikpapan adalah apakah tumpahan minyak di Balikpapan serta
hubungannya dengan produktivitas primer memiliki peluang atau ada untuk masa
pemulihan sendiri serta tingkatan produktivitas primer pada wilayah tumpahan
minyak di Balikpapan kemungkinan akan memiliki hubungan karena mempengaruhi
kondisi perairannya. Tapi belum bisa dipastikan bahwa akan sangat memiliki
hubungan disebabkan studi kasus pada tumpahan minyak di Balikpapan baru-baru
ini dan belum ada yang meneliti seperti apa dan bagaimana, apakah memiliki
hubungan atau tidak.
BAB 3. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan isi pembahasan dari makalah ini, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Pada pencemaran minyak di lingkungan laut, minyak akan mengalami serangkaian
perubahan/pelapukan/peluruhan (weathering)
atas sifat fisik dan kimiawi. Sebagian perubahan tersebut mengarah pada
hilangnya beberapa fraksi minyak dari permukaan laut, sementara perubahan
lainnya berlangung dengan masih terdapatnya bagian material minyak di permukaan
laut. Meskipun minyak yang tumpah pada akhirnya akan terurai/terasimilisi oleh
lingkungan laut, namun waktu yang dibutuhkan untuk itu tergantung pada
karakteristik awal fisik dan kimiawi minyak dan proses weathering minyak secara alamiah.
2. Keseteimbangan merupakan reaksi yang
berlangsung secara terus menerus dengan arah yang berlawanan. Pertukaran CO2
di air dengan atmosfer berjalan secara tidak langsung. Proses siklus CO2 di perairan yang terkena
tumpahan minyak akan tergantung pada seberapa besar tutupan minyak tumpah di
perairan tersebut. Jika tumpahan minyak tidak terlalu banyak maka siklus CO2
di perairan tersebut akan tetap berjalan meskipun terdapat hambatan dalam
proses fotosintesis yang dilakukan oleh alga atau fitoplankton.
3.
Senyawa-senyawa utama yang terdapat
dalam air laut yaitu klorida, kalium, fosfat dan nirogen.
4.
Mikronutrien adalah unsur hara yang terkandung dalam air laut seperti nitrat,
fosfor dan silika. Zat hara ini dibutuhkan oleh biota laut sebagai nutrisinya.
Apabila terjadi pencemaran minyak maka senyawa-senyawa yang terkandung pada
minyak akan mengkontaminasi zat hara yang ada diperairan tersebut. Hal ini akan
berakibat zat hara tidak dapat dimanfaatkan oleh biota laut.
5.
Produktivitas primer merupakan laju pertukaran senyawa-senyawa organik yang
kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Faktor yang mempengaruhi
produktivitas primer adalah suhu, intensitas cahaya matahari, air, curah hujan,
kelembaban, nutrient, herbivora, DO dan BOD.
3.2.
Saran
Pembuatan makalah ini didasari oleh
berbagai kejadian-kejadian yang berhubungan langsung dengan lautan dan didukung
dengan studi kasus literatur. Dengan membaca makalah ini diharapkan tumbuhnya
kesadaran diri akan pentingnya kelestarian lautan serta sikap tanggung jawab
yang kuat untuk menjaga dan merawat lingkungan laut dengan memahami sedikit
ruang lingkup yang tersusun dalam makalah ini.